KPK Usut Perjanjian dan Pembayaran dalam Kasus Korupsi Jual Beli Gas PGN-IAE
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalami perjanjian dan pembayaran dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT PGN dan PT IAE periode 2017-2021, dengan potensi kerugian negara mencapai 15 juta dolar AS.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi dalam jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk dan PT Inti Alasindo Energy (IAE) yang terjadi antara tahun 2017 hingga 2021. Kasus ini terungkap setelah KPK memeriksa sejumlah saksi kunci, termasuk Direktur PT IAE, Sofyan (S), pada Jumat, 9 Mei 2024. Pemeriksaan tersebut difokuskan pada perjanjian jual beli gas (PJBG) dan alur pembayaran dari PT PGN kepada PT IAE.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Sofyan bertujuan untuk menggali informasi detail terkait perjanjian dan mekanisme pembayaran. Informasi yang diperoleh dari Sofyan dan saksi-saksi lainnya akan dianalisis secara menyeluruh oleh penyidik KPK untuk memperkuat proses penyidikan. Selain Sofyan, KPK juga telah memanggil beberapa saksi lainnya, termasuk mantan dan direktur utama PT IAE, serta pejabat dari PT PGN.
Dugaan korupsi ini bermula dari pengesahan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PGN tahun 2017 pada 19 Desember 2016. Yang mengejutkan, RKAP tersebut sama sekali tidak mencantumkan rencana pembelian gas dari PT IAE. Namun, pada Agustus 2017, Direktur Utama PT PGN memerintahkan Head of Marketing, Adi Munandir, untuk melakukan presentasi kepada beberapa perusahaan penjual gas, yang kemudian berujung pada kesepakatan antara PT PGN dan PT IAE.
Pemeriksaan Saksi dan Kronologi Kasus
Sejumlah saksi telah dipanggil KPK untuk memberikan keterangan. Selain Sofyan (Direktur PT IAE), KPK juga memeriksa Wachid Hasyim (Direktur Utama PT IAE periode 2006-2017 dan 2020-Januari 2024), Mirza Soekma (Dirut PT Inti Alasin), dan Helmi Setiawan (Group Head Internal Audit PT PGN Tbk periode Juni 2020-Desember 2022). Sebelumnya, KPK juga telah memanggil Isti Deaputri dan Danar Andika (pegawai swasta), serta Adi Munandir (Group Head Marketing PT PGN) dan Rachmat Hutama (Corporate Secretary PT PGN periode 2017-Mei 2024).
Setelah beberapa tahap negosiasi, perwakilan PT PGN dan PT IAE menandatangani dokumen kerja sama pada 2 November 2017. Hanya seminggu kemudian, tepatnya pada 9 November 2017, PT PGN melakukan pembayaran uang muka sebesar 15 juta dolar AS kepada PT IAE. Fakta ini menjadi titik krusial dalam penyidikan kasus ini.
Proses hukum terus berjalan, dan KPK berupaya untuk mengungkap secara rinci setiap detail transaksi dan perjanjian yang terjadi antara kedua perusahaan tersebut. Penyidik akan menelusuri semua aliran dana dan memastikan semua pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawabannya.
Kerugian Negara dan Peran BPK
Berdasarkan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, negara mengalami kerugian sebesar 15 juta dolar AS akibat tindakan korupsi ini. Temuan BPK ini semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam proses jual beli gas antara PT PGN dan PT IAE. KPK akan menggunakan temuan BPK sebagai dasar untuk memperkuat dakwaan dan menuntut para pelaku korupsi tersebut.
Proses penyidikan KPK masih terus berlanjut. Pihak-pihak yang terlibat akan terus dimintai keterangan untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan keadilan ditegakkan. Publik menantikan perkembangan lebih lanjut dari kasus ini dan berharap KPK dapat mengungkap semua pelaku serta mengembalikan kerugian negara.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap transaksi bisnis, terutama yang melibatkan perusahaan-perusahaan negara. Pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya korupsi di masa mendatang.