KY Usul RUU KUHAP Atur Penyadapan di Luar Pidana
Komisi Yudisial (KY) mengusulkan revisi RUU KUHAP agar aturan penyadapan mencakup kepentingan di luar penegakan hukum pidana, mengatasi inkonsistensi aturan yang ada.
Jakarta, 10 Februari 2024 - Komisi Yudisial (KY) mengajukan usulan penting dalam revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). KY mendorong agar aturan penyadapan diperluas, tidak hanya terbatas pada konteks penegakan hukum pidana. Usulan ini disampaikan langsung oleh Ketua KY, Amzulian Rifai, saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Senayan, Jakarta.
Sinkronisasi Aturan Penyadapan
Saat ini, aturan mengenai penyadapan tersebar di berbagai undang-undang, seperti UU ITE dan UU Tipikor. Hal ini menurut KY, menimbulkan ketidakjelasan dan inkonsistensi. Ketua KY menekankan perlunya penyelarasan aturan penyadapan dalam RUU KUHAP yang baru. "Mempertegas ketentuan lain yang tidak sinkron dengan aturan yang ada dalam KUHAP, utamanya terkait dengan pengaturan mengenai penyadapan dan pemanggilan paksa di luar kepentingan penegakan hukum pidana," jelas Rifai.
KY berpendapat bahwa penyadapan tidak hanya krusial untuk penegakan hukum pidana, tetapi juga untuk kepentingan lain seperti penegakan disiplin dan pelanggaran etik. Namun, praktiknya, aturan penyadapan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial sulit diimplementasikan karena KY bukan lembaga penegak hukum, melainkan pengawas hakim.
Kendala Implementasi dan Solusi yang Diusulkan
Rifai menjelaskan kendala implementasi aturan penyadapan di luar konteks pidana. Aparat penegak hukum cenderung berfokus pada penyadapan untuk penegakan hukum pidana, sementara aturan dalam UU Komisi Yudisial bertujuan untuk membuktikan dugaan pelanggaran etik hakim. "Pelaksanaan ketentuan (penyadapan) ini belum dapat terwujud, mengingat ketidakselarasan aturan yang digunakan sebagai landasan. Aparat penegak hukum bersikukuh bahwa kegiatan penyadapan hanya bertujuan untuk kepentingan penegakan hukum," ujarnya.
Situasi serupa juga terjadi pada aturan pemanggilan paksa. Aturan yang ada tidak memungkinkan KY untuk memberikan ancaman kepada saksi yang mangkir. Oleh karena itu, KY mengusulkan agar RUU KUHAP mengatur secara tegas penyadapan dan pemanggilan paksa di luar konteks pidana. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keselarasan aturan dan menghindari kebingungan di masyarakat.
RUU KUHAP dan Target Berlakunya
Komisi III DPR RI saat ini sedang membahas RUU KUHAP sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. DPR menargetkan KUHAP yang baru dapat berlaku bersamaan dengan KUHP, yaitu pada 1 Januari 2026. Target ini didasarkan pada semangat politik hukum yang ingin disamakan antara KUHAP dan KUHP.
Dengan adanya usulan KY ini, diharapkan revisi RUU KUHAP dapat mengakomodasi kebutuhan penyadapan di berbagai konteks, tidak hanya terbatas pada ranah pidana. Langkah ini penting untuk menciptakan sistem hukum yang lebih komprehensif dan efektif.