Mahkamah Konstitusi Mulai Sidangkan 11 Perkara Uji UU TNI Baru
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memulai sidang perdana 11 perkara uji formal dan material Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, dengan berbagai pemohon dari kalangan mahasiswa dan advokat.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memulai babak baru dalam proses hukum terkait Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Pada Jumat, 9 Mei 2025, sebanyak 11 perkara uji formal dan uji material UU TNI tersebut disidangkan di Gedung MK RI, Jakarta. Sidang perdana yang dimulai pukul 09.00 WIB ini berfokus pada pemeriksaan pendahuluan, menandai langkah awal dalam proses pengujian konstitusionalitas UU yang baru disahkan tersebut.
Sebanyak tiga panel majelis hakim konstitusi menangani perkara-perkara ini. Para pemohon berasal dari berbagai latar belakang, termasuk mahasiswa dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadah Mada, Universitas Brawijaya, dan lainnya, serta beberapa advokat dan konsultan hukum. Mereka mengajukan permohonan uji materiil dan uji formil terhadap UU TNI yang dinilai bermasalah dari berbagai aspek. Hal ini menunjukkan tingginya perhatian publik terhadap perubahan UU TNI yang baru.
Proses persidangan ini melibatkan berbagai pihak dan menandakan pentingnya pengawasan terhadap setiap peraturan perundang-undangan di Indonesia agar sesuai dengan konstitusi. Hasil dari persidangan ini nantinya akan memberikan kepastian hukum dan dampak signifikan terhadap implementasi UU TNI di masa mendatang. Kehadiran berbagai pemohon dari beragam latar belakang pendidikan dan profesi juga menunjukkan luasnya jangkauan dampak UU TNI yang baru ini.
Pemohon dari Berbagai Universitas Terkemuka
Sebanyak 11 perkara uji materiil dan formil UU TNI disidangkan dalam tiga panel majelis hakim konstitusi. Panel pertama, yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, menyidangkan Perkara Nomor 56, 57, 68, dan 75. Perkara Nomor 57, yang diajukan oleh mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, bahkan dicabut oleh para pemohon selama persidangan. Sementara itu, panel kedua yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra, menangani Perkara Nomor 45, 55, 69, dan 79. Panel ketiga, di bawah pimpinan Hakim Konstitusi Arief Hidayat, menyidangkan Perkara Nomor 58, 66, dan 74.
Para pemohon berasal dari berbagai universitas ternama di Indonesia, termasuk Universitas Indonesia, Universitas Gadah Mada, Universitas Brawijaya, Universitas Padjadjaran, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, dan Universitas Islam Indonesia. Hal ini menunjukkan kepedulian mahasiswa terhadap perkembangan hukum dan ketatanegaraan di Indonesia. Mereka mewakili beragam perspektif dan sudut pandang dalam mengajukan permohonan uji materiil dan formil terhadap UU TNI.
Mahasiswa-mahasiswa tersebut, yang sebagian besar berasal dari Fakultas Hukum, menunjukkan partisipasi aktif dalam mengawasi dan memberikan masukan terhadap proses pembentukan dan implementasi peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kehadiran mereka dalam persidangan ini juga memperlihatkan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga dan menegakkan konstitusi.
Selain mahasiswa, beberapa advokat dan konsultan hukum juga turut serta sebagai pemohon, memperkuat representasi berbagai kalangan dalam proses pengujian UU TNI ini. Keikutsertaan mereka menunjukkan pentingnya peran profesional hukum dalam mengawal proses penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.
Perkara Lain yang Belum Disidangkan
Selain 11 perkara yang telah disidangkan, masih ada beberapa perkara lain terkait UU TNI yang belum masuk agenda sidang MK. Salah satunya adalah Perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh sejumlah organisasi, seperti YLBHI, Imparsial, KontraS, dan beberapa aktivis. Perkara ini juga menarik perhatian karena melibatkan organisasi masyarakat sipil yang aktif dalam advokasi dan pemantauan kebijakan publik.
Perkara Nomor 82/PUU-XXIII/2025, yang dimohonkan oleh mahasiswa FH UGM, juga masih menunggu jadwal sidang. Sementara itu, permohonan yang diajukan secara perseorangan atas nama Mohammad Arijal Aqil dkk belum terdaftar secara resmi di MK. Proses persidangan yang masih berlanjut ini menunjukkan bahwa pengujian UU TNI baru masih akan terus berlangsung dan menjadi sorotan publik.
Proses pemeriksaan pendahuluan untuk 11 perkara yang telah disidangkan berlangsung selama kurang lebih dua jam. Para hakim konstitusi memberikan masukan kepada para pemohon setelah mendengarkan pokok-pokok permohonan mereka. Proses ini menunjukkan komitmen MK dalam memberikan ruang yang adil bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pengujian undang-undang.
Dengan adanya berbagai gugatan ini, diharapkan MK dapat memberikan putusan yang adil dan bijaksana, yang sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusional dan kepentingan bangsa Indonesia. Proses ini juga menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak terkait dalam proses pembentukan dan implementasi peraturan perundang-undangan di masa mendatang.