Mantan Kapolres Ngada Tersangka Pelecehan Seksual Anak: Pelanggaran Kemanusiaan
Kementerian HAM mengecam keras pelecehan seksual terhadap anak yang dilakukan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma, menyebutnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan mendesak hukuman tegas.
Jakarta, 14 Maret 2024 (ANTARA) - Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) mengecam tindakan pelecehan seksual terhadap anak, termasuk yang diduga dilakukan oleh mantan Kepala Kepolisian Resor Ngada, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS). Kementerian HAM menganggap tindakan tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap harkat dan martabat kemanusiaan.
Kementerian HAM menekankan bahwa tindakan kriminal tersebut membutuhkan hukuman yang tegas. Hal ini bukan hanya merusak reputasi institusi kepolisian, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap komitmen perlindungan anak. "Kami mengapresiasi tindakan kepolisian dan mendesak mereka untuk menuntut pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia dan Layanan Hukum Kementerian HAM, Munafrizal Manan, dalam sebuah pernyataan pada Jumat.
Pernyataan tersebut juga menyerukan pemerintah daerah dan pembuat kebijakan untuk memprioritaskan dukungan komprehensif bagi anak-anak korban. Dukungan ini meliputi perawatan fisik, psikologis, dan sosial, bantuan psikososial, dan dukungan sepanjang proses peradilan. Lebih lanjut, Kementerian HAM menegaskan pentingnya penegakan hukum yang ketat terhadap perlindungan anak dalam sistem elektronik, mengingat dugaan penyebaran konten kekerasan seksual oleh FWLS.
Tindakan Tegas dan Perlindungan Komprehensif untuk Korban
Kementerian HAM menegaskan bahwa Indonesia, sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dan terikat oleh Undang-Undang Perlindungan Anak, pemerintah pusat dan daerah harus aktif melindungi anak-anak dari kejahatan seksual. Anak-anak merupakan kelompok rentan yang membutuhkan perlindungan khusus, tanggung jawab ini berada di pundak semua pihak, termasuk orang tua, keluarga, masyarakat, negara, dan aparat penegak hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Munafrizal Manan menekankan perlunya upaya kolaboratif untuk melindungi anak-anak, terutama dari kekerasan seksual, dan menciptakan lingkungan yang aman bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. "Kita semua berharap dapat mencegah kasus serupa di masa mendatang, terutama yang melibatkan personel penegak hukum," kata Manan.
Sebelumnya, pada Kamis, 13 Maret 2024, FWLS ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang melibatkan tindakan asusila dan penyalahgunaan narkoba. Ia menghadapi beberapa tuduhan dan ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri.
Tuduhan terhadap Mantan Kapolres Ngada
FWLS dituduh menggunakan narkoba, pelecehan seksual terhadap anak, melakukan hubungan seksual atau perzinahan di luar nikah, dan merekam serta mendistribusikan video pelecehan seksual. Mantan Kapolres Ngada diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur, berusia 6, 13, dan 16 tahun, serta seorang dewasa berusia 20 tahun.
Selain itu, FWLS diduga merekam tindakan seksualnya dan mengunggah video tersebut ke situs atau forum pornografi anak di dark web. Polisi sedang menyelidiki motifnya. Hasil penyelidikan lebih lanjut oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri mengkonfirmasi hasil tes narkoba FWLS yang positif.
Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan anak dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan seksual, terutama yang melibatkan aparat penegak hukum. Perlindungan komprehensif bagi korban dan pencegahan kasus serupa di masa depan menjadi hal yang krusial.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat betapa pentingnya pengawasan internal dan integritas dalam institusi kepolisian. Kepercayaan publik terhadap penegak hukum sangat bergantung pada komitmen mereka untuk menegakkan hukum dan melindungi masyarakat, termasuk anak-anak yang merupakan kelompok paling rentan.