Pakar Hukum Unsoed Pertanyakan Parameter Survei Citra Lembaga Negara
Profesor Hibnu Nugroho dari Unsoed mempertanyakan transparansi parameter survei citra lembaga negara, khususnya membandingkan KPK dan Kejaksaan Agung, karena perbedaan parameter dapat menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan.
Hasil survei yang menunjukkan peningkatan citra positif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara signifikan, sementara Kejaksaan Agung memiliki angka lebih rendah, menimbulkan pertanyaan dari Prof. Hibnu Nugroho, pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Pernyataan ini disampaikannya di Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (25/1).
Parameter Survei yang Tidak Jelas
Menurut Prof. Hibnu, kurang jelasnya parameter survei menjadi masalah utama. Ia membandingkan survei Litbang Kompas dengan survei lain yang lebih komprehensif, menekankan pentingnya transparansi metodologi untuk menghasilkan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia mempertanyakan parameter apa yang digunakan untuk mengukur citra positif tersebut. Apakah parameter yang digunakan hanya berfokus pada penegakan hukum? Jika iya, Prof. Hibnu berpendapat Kejaksaan Agung mungkin akan memiliki skor yang lebih tinggi.
Perbedaan Kinerja KPK dan Kejaksaan Agung
Prof. Hibnu menjelaskan beberapa perbedaan kinerja KPK dan Kejaksaan Agung yang perlu diperhatikan. Ia mencontohkan kecepatan dalam menetapkan tersangka dan menyelesaikan kasus. Kejaksaan Agung dinilai lebih efisien dalam hal ini, sementara KPK terkesan lebih lambat. Sebagai contoh, kasus pemanggilan saksi terkait mantan Gubernur Kalimantan Selatan dan Wali Kota Semarang masih belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Selain itu, Prof. Hibnu juga menyinggung kualitas penyelesaian perkara dan eksekusi. Ia berpendapat Kejaksaan Agung lebih unggul dalam hal ini. Kejaksaan Agung juga memiliki program Restorative Justice (RJ) yang menangani berbagai kasus, tidak hanya korupsi, sehingga cakupannya lebih luas dibandingkan KPK.
Ancaman terhadap Semangat Penegak Hukum
Prof. Hibnu khawatir jika survei yang tidak komprehensif dapat menurunkan moral para penegak hukum. Survei yang kurang jelas parameternya dapat menimbulkan keraguan dan ketidakpastian, terutama bagi mereka yang telah bekerja keras di lapangan. Ia berharap lembaga survei dapat membuat metodologi yang lebih komprehensif dan transparan agar menghasilkan data yang lebih bermakna dan tidak kontraproduktif.
Kesimpulan
Prof. Hibnu menekankan perlunya transparansi dan metodologi yang komprehensif dalam survei citra lembaga negara. Perbandingan lembaga penegak hukum perlu mempertimbangkan perbedaan tugas dan kewenangan, sehingga penilaian yang dihasilkan dapat lebih objektif dan adil. Survei yang baik seharusnya memotivasi dan menjadi alat evaluasi, bukan malah menurunkan semangat para aparat penegak hukum.