Penjarahan Sawit Pasca Penyegelan: Pakar Desak Aparat Hukum Bertindak Tegas
Maraknya penjarahan kelapa sawit pasca penyegelan di Kalimantan Tengah membuat pakar hukum kehutanan mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan.
Jakarta, 17 Maret 2024 - Maraknya penjarahan kelapa sawit di Kalimantan Tengah pasca penyegelan ribuan hektare kebun sawit oleh Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan telah menjadi perhatian serius. Pakar hukum kehutanan dari Universitas Al Azhar Indonesia, Sadino, mendesak aparat hukum untuk segera mengambil tindakan tegas guna mengatasi masalah ini. Penjarahan tersebut dikhawatirkan akan mengganggu produktivitas industri kelapa sawit dan perekonomian nasional.
Menurut Sadino, kejadian ini berpotensi meluas ke wilayah lain, terutama daerah yang telah dipasang plang penyegelan. Hal ini, katanya, menunjukkan bahwa perintah Presiden Prabowo Subianto untuk tidak mengganggu produksi dan keberlanjutan industri sawit belum terpenuhi. Ia menyoroti keterbatasan aparat pemerintah dalam hal jangkauan dan pendanaan, sehingga pengawasan di lahan sawit yang luas dan tersebar menjadi sulit. Sementara itu, pendekatan pengamanan oleh TNI dinilai bukan merupakan tugas dan pokok fungsinya.
Kekhawatiran juga muncul di kalangan perusahaan perkebunan. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 yang memungkinkan negara mengambil alih lahan sawit, meskipun tidak diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, menimbulkan keraguan bagi investor. Sadino berpendapat bahwa aparat keamanan seharusnya tidak memasang plang penguasaan lahan sebelum status lahan tersebut jelas, karena hal ini dapat menimbulkan masalah sosial yang sulit diatasi oleh negara.
Penyegelan dan Implikasinya terhadap Investasi
Sadino menilai, pengambilalihan lahan perkebunan oleh Satgas bertentangan dengan Pasal 110A dan 110B UU No 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Ia menekankan bahwa pengambilalihan lahan yang telah memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) akan semakin mengurangi minat investor untuk berinvestasi di sektor perkebunan. Kedudukan hukum Satgas dalam penegakan hukum pun dipertanyakannya.
Lebih lanjut, Sadino berharap keberadaan Satgas tidak mengganggu produksi dan produktivitas kebun sawit. Ia meminta agar lahan yang telah memiliki hak atas tanah, seperti Sertifikat Hak Milik (SHM), Hak Guna Bangunan (HGB), dan HGU, yang berada di luar kawasan hutan, dikeluarkan dari proses penyegelan. "Saya sangat berharap agar tidak mengganggu perekonomian, mesti dipilah yang sudah ada hak atas tanah seperti SHM, HGB dan HGU adalah bukan kawasan hutan harus dikeluarkan," tegas Sadino.
Kontribusi sektor sawit terhadap perekonomian nasional memang sangat signifikan. Kementerian Keuangan memperkirakan nilai kapasitas produksi nasional industri kelapa sawit tahun 2023 mencapai Rp729 triliun. Kontribusi industri sawit ke APBN 2023 mencapai sekitar Rp88 triliun, terdiri dari penerimaan pajak Rp50,2 triliun, PNBP Rp32,4 triliun, dan Bea Keluar Rp6,1 triliun. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja yang sangat besar, yaitu sekitar 2,4 juta petani swadaya dan 16 juta tenaga kerja lainnya.
Ancaman terhadap Perekonomian Nasional
Penjarahan sawit yang terjadi menimbulkan ancaman serius terhadap perekonomian nasional. Jika dibiarkan terus berlanjut, penjarahan ini akan mengganggu produksi dan menurunkan pendapatan negara dari sektor sawit. Selain itu, hal ini juga akan berdampak negatif terhadap lapangan pekerjaan dan kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada industri sawit.
Oleh karena itu, tindakan tegas dari aparat hukum sangat diperlukan untuk menghentikan penjarahan dan melindungi investasi di sektor perkebunan sawit. Penegakan hukum yang adil dan transparan juga penting untuk menjaga iklim investasi yang kondusif dan memastikan keberlanjutan industri sawit di Indonesia.
Pemerintah perlu memastikan kepastian hukum terkait penguasaan lahan dan memberikan perlindungan kepada para investor yang telah berinvestasi di sektor sawit. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Langkah-langkah yang konkret dan terkoordinasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, aparat penegak hukum, dan perusahaan perkebunan, sangat diperlukan untuk mengatasi masalah penjarahan sawit ini dan memastikan keberlanjutan industri sawit di Indonesia.