Polres Donggala Gagalkan Penjualan Ilegal 2,5 Ton Pupuk Bersubsidi
Polres Donggala menggagalkan pengiriman 2,5 ton pupuk bersubsidi ilegal dari Mamuju, Sulawesi Barat, dan menetapkan seorang tersangka yang telah melakukan transaksi jual beli pupuk bersubsidi sebanyak enam kali.
Kepolisian Resor (Polres) Donggala, Sulawesi Tengah berhasil menggagalkan upaya pengiriman 2.500 kilogram pupuk bersubsidi secara ilegal. Pupuk tersebut diselundupkan dari Mamuju, Sulawesi Barat, menuju Donggala. Pengungkapan kasus ini melibatkan seorang tersangka berinisial S (33 tahun), seorang perawat yang diduga melakukan tindak pidana perdagangan pupuk bersubsidi yang dilarang pemerintah. Penangkapan dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Donggala pada Jumat, 21 Februari 2024.
Kasat Reskrim Iptu Andi Harman Syah menjelaskan kronologi penangkapan dan modus operandi pelaku. Pelaku telah melakukan transaksi jual beli pupuk bersubsidi jenis Urea dan Phonska sebanyak enam kali. Pupuk tersebut diperoleh dari seorang warga di Mamuju yang tidak berhak menjual pupuk bersubsidi. Keuntungan yang didapat pelaku dari setiap transaksi cukup signifikan, dengan harga jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan harga belinya.
"Kami menangkap pelaku berinisial S berusia 33 tahun yang merupakan perawat akibat dugaan tindak pidana memperdagangkan pupuk bersubsidi yang ditetapkan dilarang oleh pemerintah untuk diperdagangkan," kata Kasat Reskrim Iptu Andi Harman Syah di Banawa, Jumat. Modus yang digunakan pelaku adalah membeli pupuk bersubsidi dengan harga murah dari sumber ilegal, lalu menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi di Donggala. Hal ini menunjukkan adanya jaringan distribusi pupuk ilegal yang perlu diungkap lebih lanjut.
Pengungkapan Kasus dan Kronologi Transaksi
Berdasarkan keterangan saksi dan pelaku, pupuk Urea dijual dengan harga Rp205.000 hingga Rp220.000 per karung, sementara pupuk Phonska dijual seharga Rp225.000 hingga Rp240.000 per karung (isi 50 kilogram). Pelaku membeli pupuk tersebut dari seorang warga di Dusun Lemba, Desa Papalang, Kecamatan Papalang, Kabupaten Mamuju, dengan harga yang jauh lebih rendah, yaitu Rp140.000 hingga Rp160.000 per karung. Selisih harga inilah yang menjadi keuntungan pelaku.
Transaksi ilegal ini telah berlangsung sejak Agustus hingga November 2024. Kepolisian berhasil menyita barang bukti berupa 25 karung pupuk Phonska dan 25 karung pupuk Urea, dengan total 2,5 ton pupuk bersubsidi. Saat ini, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Donggala untuk proses penyidikan lebih lanjut sebelum diserahkan ke Kejaksaan Negeri Donggala.
"Berdasarkan keterangan saksi pupuk jenis Urea dijual dengan pada kisaran harga Rp205 ribu sampai Rp220 per karung, dan pupuk Phonska dijual mulai harga Rp225 ribu hingga Rp240 ribu per karung isi 50 Kilogram," ucapnya.
Pasal yang Dilanggar dan Sanksi Hukuman
Perbuatan pelaku melanggar pasal 110 juncto pasal 36 jo pasal 35 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan juncto pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang dalam Pengawasan. Ancaman hukuman yang dihadapi pelaku cukup berat, yaitu penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp250 juta.
"Sanksi pidana bagi pelaku berupa hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp250 juta," ujar Kasat Reskrim. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas praktik ilegal perdagangan pupuk bersubsidi yang merugikan petani dan negara.
Plh Kasi Humas Polres Donggala, Iptu Hizbullah Bustamin, menambahkan bahwa pelaku saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan proses penyidikan sedang berlangsung. Barang bukti berupa 2,5 ton pupuk bersubsidi telah diamankan di Polres Donggala.
Polres Donggala berkomitmen untuk terus memberantas praktik ilegal perdagangan pupuk bersubsidi dan akan menindak tegas para pelakunya. Langkah ini diharapkan dapat memastikan pupuk bersubsidi tepat sasaran dan menjamin ketersediaan pupuk bagi petani.