Power Wheeling: Solusi Menarik Investasi Hijau dan Pacu Pertumbuhan Ekonomi Indonesia?
IESR dorong implementasi power wheeling sebagai solusi saling menguntungkan untuk pengembangan energi terbarukan, menarik investasi asing, dan memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Jakarta, 29 April 2024 - Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah lembaga think tank di bidang energi, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan transmisi listrik. IESR menilai kebijakan ini sebagai solusi yang saling menguntungkan (win-win solution) bagi semua pihak yang terlibat dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Hal ini diungkapkan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa lalu.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menekankan pentingnya power wheeling untuk menarik investasi asing langsung (FDI), mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memfokuskan PT PLN pada pengembangan infrastruktur jaringan. Menurutnya, tanpa kebijakan ini, Indonesia berisiko kehilangan peluang investasi signifikan karena investor akan mempertimbangkan ketersediaan energi hijau dalam keputusan investasi mereka. Hal ini dapat menghambat pencapaian target pertumbuhan ekonomi delapan persen yang dicanangkan pemerintah.
"Kalau kita mengabaikan ini," ujar Fabby, "maka PLN akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sumber pendanaan baru, dan yang lebih penting bahwa akan sulit buat Indonesia untuk semakin berdaya saing di Asia Tenggara untuk mendapatkan investasi."
Keberhasilan Negara Tetangga
Fabby mencontohkan keberhasilan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand dalam menarik investasi hijau melalui kebijakan serupa. Vietnam, misalnya, berhasil menarik investasi korporasi lebih dari 5.600 megawatt hanya dalam enam bulan. Sementara itu, skema Corporate Renewable Energy Supply di Malaysia telah menghasilkan investasi lebih dari 10,3 miliar dolar AS untuk modernisasi jaringan listrik negara mereka.
Keberhasilan tersebut juga menarik investasi besar dari perusahaan multinasional seperti Google, Oracle, Samsung, dan Microsoft, serta perusahaan-perusahaan semikonduktor. Perusahaan-perusahaan ini menargetkan penggunaan 100 persen energi terbarukan dalam operasional mereka. Hal ini menunjukkan potensi besar power wheeling dalam menarik investasi dan mendorong transisi energi.
Sukses negara-negara tetangga ini menjadi bukti nyata efektivitas kebijakan power wheeling dalam menarik investasi asing dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis energi terbarukan.
Rekomendasi IESR untuk Pemerintah
IESR merekomendasikan beberapa langkah penting kepada pemerintah. Pertama, integrasi rencana kebijakan power wheeling ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). IESR berpendapat bahwa implementasi power wheeling tidak akan menghilangkan model bisnis PLN yang terintegrasi secara vertikal, namun memerlukan pengaturan baru yang menegaskan peran PLN sebagai operator jaringan utama.
Selain itu, IESR mengusulkan adanya skema tarif wheeling yang transparan dan tercantum dalam kontrak yang ditawarkan kepada pihak yang ingin menggunakan jaringan transmisi. Transparansi ini akan meningkatkan kepercayaan investor dan memastikan keadilan dalam pemanfaatan infrastruktur.
Dengan adanya pengaturan yang jelas dan transparan, diharapkan akan lebih banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan di Indonesia.
"Kami menilai bahwa kebijakan power wheeling itu merupakan solusi yang win-win bagi semua pihak," pungkas Fabby. "PLN bisa lebih fokus dalam pengembangan grid. Kemudian kita bisa mendapatkan investasi untuk pengembangan infrastruktur energi terbarukan dan memanfaatkan potensi energi terbarukan kita yang besar dan mencapai pertumbuhan ekonomi."
Kesimpulannya, implementasi power wheeling dinilai sebagai langkah strategis untuk mendorong investasi di sektor energi terbarukan, meningkatkan daya saing Indonesia di Asia Tenggara, dan mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ambisius.