PPI Jepang Kritik Revisi UU TNI: Ancaman Demokrasi dan HAM?
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang menyatakan keprihatinan atas revisi UU TNI yang dinilai berpotensi mengancam demokrasi dan HAM di Indonesia, mendesak transparansi dan partisipasi publik.
Jakarta, 16 Maret 2024 - Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Jepang menyatakan dukungannya terhadap organisasi Kontras dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang mengkritisi proses legislasi Revisi Undang-Undang (UU) TNI. Proses revisi yang dinilai kontroversial ini telah memicu polemik, menurut rilis pers PPI Jepang yang diterima di Jakarta, Minggu (16/3).
Pemerintah berdalih revisi UU TNI krusial untuk memperkuat pertahanan negara menghadapi dinamika geopolitik dan perkembangan teknologi militer global. Namun, kelompok masyarakat sipil khawatir revisi ini justru akan berdampak negatif terhadap tata kelola pemerintahan sipil dan HAM. Kekhawatiran ini muncul karena adanya potensi pengembalian dwifungsi TNI dan perluasan jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif.
Ketua Umum PPI Jepang, Prima Gandhi, menyatakan, "Terlepas dari manfaat yang dikatakan oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, kami menilai RUU ini berpotensi mengancam demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia." PPI Jepang mendesak transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi ini.
Kekhawatiran atas Ancaman Demokrasi dan HAM
Prima Gandhi mengungkapkan kekhawatirannya terkait potensi revisi UU TNI terhadap demokrasi dan HAM di Indonesia. Ia menekankan pentingnya naskah akademis yang menjelaskan urgensi revisi tersebut. "Pemerintah dan DPR harus membuat naskah akademis yang transparan dan dapat diakses publik untuk kajian," tegasnya. Hal ini penting untuk memastikan bahwa revisi UU TNI tidak akan mengarah pada pelanggaran HAM dan melemahnya demokrasi.
Lebih lanjut, Gandhi juga menyoroti potensi brain drain, yaitu keengganan mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri untuk kembali ke Indonesia jika demokrasi dan penegakan HAM tidak terjamin. "Bila demokrasi dan penegakan HAM tidak terjamin, kami khawatir mahasiswa Indonesia enggan pulang bahkan sampai pindah kewarganegaraan," ujarnya.
PPI Jepang mendorong pemerintah untuk melibatkan publik secara aktif dalam proses pengambilan keputusan terkait revisi UU TNI. Partisipasi publik yang transparan dan bermakna sangat penting untuk memastikan bahwa revisi ini tidak akan merugikan kepentingan rakyat Indonesia.
Kritik atas Lokasi dan Biaya Rapat
Selain itu, PPI Jepang juga mengkritik pelaksanaan rapat revisi UU TNI yang digelar selama dua hari di sebuah hotel bintang lima yang berjarak hanya dua kilometer dari Gedung Parlemen Senayan. Gandhi menilai hal ini sebagai preseden buruk, khususnya di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.
Gandhi menyatakan, "Harusnya seluruh Kementerian dan anggota DPR RI mendukung kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan Presiden dengan aksi nyata, bukan hanya kata-kata." Ia menekankan pentingnya pemerintah dan DPR untuk menunjukkan komitmen terhadap efisiensi dan transparansi dalam penggunaan anggaran negara.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa PPI Jepang tidak hanya fokus pada substansi revisi UU TNI, tetapi juga pada proses dan tata kelola pemerintahan yang berkaitan dengannya. Mereka mendesak pemerintah dan DPR untuk lebih memperhatikan aspek transparansi, partisipasi publik, dan efisiensi anggaran dalam proses legislasi ini.
Kesimpulannya, PPI Jepang menyerukan transparansi dan akuntabilitas dalam revisi UU TNI, mengingatkan pentingnya menjaga demokrasi dan HAM, serta mendesak efisiensi anggaran negara. Revisi UU TNI yang kontroversial ini perlu dikaji secara mendalam untuk memastikan tidak mengancam demokrasi dan HAM di Indonesia.