PSU Pilkada 2024: Alarm untuk Profesionalisme Penyelenggara Pemilu
Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 di berbagai daerah menyoroti pentingnya profesionalisme penyelenggara pemilu, agar terhindar dari kasus serupa di masa mendatang.
Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Pilkada 2024 di delapan kabupaten dan kota di Indonesia menjadi sorotan penting. Kejadian ini terjadi di Kota Banjarbaru (Kalimantan Selatan), Kabupaten Serang (Banten), Kabupaten Pasaman (Sumatera Barat), Kabupaten Empat Lawang (Sumatera Selatan), Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Kabupaten Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur), Kabupaten Gorontalo Utara (Gorontalo), dan Kabupaten Bengkulu Selatan (Bengkulu). Peristiwa ini menurut para ahli, menjadi alarm penting bagi profesionalisme penyelenggara pemilu di Indonesia.
Prof. Asrinaldi, pakar politik dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat, menyatakan bahwa PSU tersebut menjadi pelajaran berharga. Menurutnya, profesionalisme penyelenggara pemilu merupakan kunci suksesnya pesta demokrasi. Kejadian ini menunjukkan perlunya peningkatan kualitas dan integritas penyelenggara Pilkada di masa mendatang.
Lebih lanjut, Prof. Asrinaldi menekankan pentingnya seleksi ketat dan bebas intervensi dalam proses pemilihan penyelenggara pemilu. Hal ini bertujuan untuk memastikan hanya individu-individu yang kompeten dan berintegritas yang terlibat dalam proses tersebut. Ketidakmampuan penyelenggara dalam memimpin, mengelola pengetahuan, dan menghadapi tekanan dapat berdampak buruk pada jalannya Pilkada.
Profesionalisme Penyelenggara: Kunci Sukses Pilkada
Prof. Asrinaldi menjelaskan bahwa profesionalisme penyelenggara Pilkada berkaitan erat dengan kualitas penyelenggaraan pemilu itu sendiri. Seleksi yang ketat dan bebas dari intervensi pihak mana pun merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk mendapatkan penyelenggara yang berintegritas tinggi. Anggota atau komisioner KPU yang tidak cakap atau kompeten akan berdampak negatif pada pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Ia menambahkan bahwa proses seleksi penyelenggara pemilu harus bebas dari afiliasi atau kedekatan dengan kelompok tertentu. Hal ini untuk mencegah terjadinya manipulasi dan memastikan keadilan dalam proses pemilihan. Kompetensi dan integritas penyelenggara menjadi faktor kunci dalam menciptakan Pilkada yang demokratis dan transparan.
Contoh kasus Orient Patriot Riwu Kore dan Anggit Kurniawan Nasution yang didiskualifikasi karena masalah dwi kewarganegaraan dan status mantan terpidana, menjadi bukti nyata pentingnya seleksi yang ketat. Kedua kasus ini menjadi pengingat penting bagi pihak terkait untuk lebih berhati-hati dalam menyeleksi calon penyelenggara pemilu, guna mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Seleksi yang Ketat dan Transparan
Lulusan Universiti Kebangsaan Malaysia ini menegaskan perlunya perbaikan sistem seleksi penyelenggara pemilu. Sistem yang transparan dan akuntabel akan meminimalisir potensi kecurangan dan memastikan hanya individu yang memenuhi syarat dan berintegritas yang terpilih. Proses seleksi harus dilakukan secara profesional dan objektif, tanpa intervensi dari pihak manapun.
Dengan demikian, kualitas penyelenggara pemilu akan meningkat dan mampu menjalankan tugasnya dengan baik, jujur, dan adil. Hal ini akan berdampak positif pada kepercayaan publik terhadap proses demokrasi dan menciptakan Pilkada yang demokratis dan berintegritas.
Pentingnya profesionalisme penyelenggara Pilkada tidak dapat diabaikan. Dengan meningkatkan kualitas dan integritas penyelenggara, diharapkan Pilkada mendatang dapat berjalan lancar, jujur, dan adil, serta mampu menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan amanah.
Kesimpulannya, PSU Pilkada 2024 menjadi momentum evaluasi dan perbaikan sistem penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Profesionalisme penyelenggara pemilu merupakan kunci keberhasilan pesta demokrasi dan harus menjadi perhatian utama semua pihak.