Rasa Menarik: Senjata Industri Rokok Gaet Remaja Indonesia?
Temuan riset ungkap 46,5 persen remaja Indonesia tertarik pada rasa rokok, strategi industri tembakau yang mengkhawatirkan.
Sebuah riset kolaborasi Yayasan Lentera Anak dan U-report pada tahun 2024 mengungkapkan fakta mengejutkan terkait daya tarik rokok di kalangan remaja Indonesia. Dari sekitar 11 ribu responden, sebanyak 46,5 persen menyatakan bahwa rasa merupakan faktor paling menarik dari sebuah rokok, mengalahkan pertimbangan harga, merek, dan kemasan. Riset ini dilakukan di Jakarta dan dipublikasikan pada peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2025.
Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, dalam temu media menjelaskan temuan ini. Ia menekankan bahwa data tersebut menunjukkan bagaimana industri rokok memanfaatkan rasa sebagai senjata utama untuk menarik minat anak muda agar mulai merokok. Strategi ini dipadukan dengan desain kemasan yang menarik dan promosi yang masif.
Lebih lanjut, Lisda Sundari mengungkapkan kekhawatirannya terkait jumlah varian rasa rokok yang tersedia di Indonesia. Dari 16 ribu varian rasa rokok secara global, sebanyak 847 varian telah tersedia di Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa luasnya jangkauan strategi industri rokok dalam memasarkan produknya kepada kalangan remaja.
Varian Rasa dan Desain Kemasan yang Menyesatkan
Kajian lebih lanjut oleh Yayasan Lentera Anak menemukan bahwa sebagian besar produk rokok dan vape di Indonesia menggunakan varian rasa buah-buahan. Sekitar 37 persen dari 1.339 produk liquid vape dan 33,3 persen dari 245 produk rokok konvensional memiliki rasa buah-buahan. "Membuat rokok terasa lebih nyaman. Jadi, rasa-rasa buah, rasa-rasa dessert, rasa-rasa manis itu sebenarnya menutupi rasa pahit, rasa tidak enak dari tembakau," jelas Lisda Sundari.
Industri rokok bahkan telah menciptakan varian rasa yang terinspirasi dari budaya Indonesia, seperti cendol dan es pisang ijo. Strategi ini dinilai efektif untuk membangun kebiasaan merokok sejak dini dan mengurangi kemungkinan berhenti merokok.
Selain varian rasa, desain kemasan rokok juga menjadi sorotan. Banyak kemasan rokok yang dirancang untuk mengecoh, baik dari segi tampilan maupun aroma. Hal ini menyebabkan orang tua atau wali seringkali tidak menyadari bahwa anak-anak mereka sedang merokok. Beberapa desain kemasan bahkan meniru produk lain, seperti snack, minuman kaleng, atau konsol gim, bahkan menggunakan karakter berhak cipta.
Strategi pemasaran yang agresif juga menjadi perhatian. Industri rokok memanfaatkan influencer dengan jumlah pengikut anak muda yang besar, serta berkolaborasi dalam acara-acara yang ditargetkan untuk anak muda. Hal ini semakin menormalisasi produk tembakau di kalangan anak muda.
Peran Media Sosial dan Penjualan Online
Kemudahan akses rokok melalui penjualan daring juga menjadi faktor yang memperparah situasi. "Terlebih lagi, penjualan rokok secara daring semakin memudahkan akses anak muda ke rokok," ujar Lisda Sundari. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan dan regulasi yang ketat terhadap penjualan rokok secara online.
Seruan Implementasi Peraturan Pemerintah
Menanggapi situasi ini, Lisda Sundari mendesak agar pemerintah segera mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. PP tersebut mengatur berbagai hal terkait rokok, termasuk ketentuan beriklan, larangan penjualan pada anak-anak dan ibu hamil, serta peringatan kesehatan pada kemasan.
"Kita ingin melindungi anak-anak kita supaya tidak tertipu," tegas Lisda Sundari. Implementasi peraturan ini diharapkan dapat menjadi langkah efektif dalam melindungi anak muda dari bahaya rokok dan mengurangi angka perokok di Indonesia.
Kesimpulannya, temuan riset ini menyoroti betapa canggihnya strategi industri rokok dalam menargetkan anak muda. Peran pemerintah dan masyarakat sangat penting untuk melawan strategi ini melalui edukasi, regulasi yang ketat, dan pengawasan yang efektif.