Rupiah Melemah: Eskalasi Perang Dagang AS-Kanada dan Proyeksi Defisit APBN Jadi Biang Keladi
Pelemahan rupiah hari ini dipicu kekhawatiran investor atas eskalasi perang dagang AS-Kanada dan proyeksi defisit APBN Indonesia yang melebar, menurut analis.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada pembukaan perdagangan Rabu, 12 Maret 2024. Pelemahan ini mencapai 34 poin atau 0,21 persen, sehingga kurs rupiah berada di angka Rp16.443 per dolar AS, dibandingkan Rp16.409 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya. Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa pelemahan ini didorong oleh dua faktor utama: meningkatnya kekhawatiran investor akan eskalasi perang dagang antara AS dan Kanada, serta proyeksi defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia yang semakin lebar.
Eskalasi perang dagang AS-Kanada menjadi pemicu utama pelemahan rupiah. Presiden AS, Donald Trump, menaikkan tarif impor baja dan aluminium dari Kanada menjadi dua kali lipat, dari 25 persen menjadi 50 persen. Langkah ini dibalas Kanada dengan menerapkan pajak 25 persen pada ekspor listrik ke AS. "Retaliasi Kanada dengan penerapan biaya tambahan 25 persen untuk pasokan listrik dari Ontario ke Michigan, New York, dan Minnesota," ungkap Lukman. Ketidakpastian akibat perang dagang ini membuat investor cenderung menghindari aset berisiko, termasuk rupiah.
Selain perang dagang, proyeksi defisit APBN Indonesia yang semakin melebar juga memberikan sentimen negatif terhadap rupiah. Goldman Sachs Group Inc. memproyeksikan defisit APBN akan mencapai 2,9 persen pada 2025, lebih tinggi dari target pemerintah sebesar 2,53 persen. Lembaga ini juga menurunkan peringkat obligasi negara tenor 10 dan 20 tahun menjadi "neutral", serta menurunkan peringkat saham Indonesia dari "overweight" menjadi "market weight". Analis Goldman Sachs menilai kebijakan pemerintah, seperti realokasi anggaran dan pembentukan dana kekayaan negara, berpotensi memperburuk defisit APBN.
Eskalasi Perang Dagang AS-Kanada: Ancaman bagi Rupiah
Kenaikan tarif impor oleh AS terhadap produk Kanada telah memicu reaksi balasan dari Kanada, menciptakan ketidakpastian di pasar global. Hal ini berdampak pada sentimen investor yang cenderung lebih berhati-hati dalam berinvestasi di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Ketidakpastian ini menyebabkan aliran modal asing keluar dari Indonesia, yang pada gilirannya menekan nilai tukar rupiah.
Ancaman perang dagang yang meluas juga menjadi perhatian utama. Jika perang dagang ini berlanjut dan meluas ke negara-negara lain, dampaknya terhadap perekonomian global akan semakin besar, dan Indonesia sebagai negara yang terintegrasi dengan perekonomian global akan ikut merasakan dampaknya. Hal ini dapat menyebabkan penurunan permintaan terhadap rupiah.
"Penurunan rating obligasi akan memicu kenaikan pada imbal hasil obligasi yang akan menekan rupiah," kata Lukman Leong. Kenaikan imbal hasil obligasi membuat obligasi Indonesia kurang menarik bagi investor asing, sehingga menyebabkan aliran modal keluar dan pelemahan rupiah.
Proyeksi Defisit APBN: Risiko bagi Stabilitas Ekonomi
Proyeksi defisit APBN Indonesia yang melebar menjadi perhatian serius bagi para analis ekonomi. Defisit yang lebih besar dari perkiraan dapat meningkatkan risiko bagi stabilitas ekonomi makro Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.
Penurunan peringkat obligasi Indonesia oleh Goldman Sachs juga mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Penurunan peringkat ini dapat menyebabkan investor asing mengurangi investasi di Indonesia, sehingga menekan nilai tukar rupiah.
Kebijakan pemerintah untuk mengatasi defisit APBN perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan efektivitasnya dan meminimalisir dampak negatif terhadap perekonomian. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara sangat penting untuk menjaga kepercayaan investor.
Kesimpulannya, pelemahan rupiah hari ini merupakan cerminan dari kekhawatiran investor terhadap eskalasi perang dagang AS-Kanada dan proyeksi defisit APBN Indonesia yang melebar. Kedua faktor ini menciptakan ketidakpastian di pasar dan menyebabkan aliran modal asing keluar dari Indonesia, menekan nilai tukar rupiah.