Rupiah Melemah: Likuiditas Ketat Jadi Biang Keladi?
Pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan likuiditas perekonomian domestik yang ketat, sehingga diperlukan terobosan kebijakan untuk meningkatkannya.
Jakarta, 23 April 2025 - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali melemah pada hari Rabu. Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, mengungkapkan bahwa pelemahan ini disebabkan oleh likuiditas perekonomian domestik yang sangat ketat. Kondisi ini berdampak signifikan pada pergerakan ekonomi nasional, bahkan berpotensi menyebabkan stagnasi.
Pelemahan rupiah yang terjadi hari ini mencapai 12 poin atau 0,07 persen, menutup perdagangan pada angka Rp16.872 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga menunjukkan pelemahan serupa, mencapai Rp16.880 per dolar AS. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi masalah ini dan menstabilkan nilai tukar rupiah.
Menurut Rully Nova, dibutuhkan terobosan kebijakan yang efektif untuk meningkatkan likuiditas dan menggerakkan roda perekonomian. Ia menggunakan analogi yang menarik: "Di dalam perekonomian, kredit bank ibarat darah dan bank ibarat jantung. Saat ini jantungnya lagi lemah," ujarnya. Pernyataan ini menggambarkan betapa kritisnya situasi ekonomi saat ini dan perlunya penanganan segera.
Kebijakan BI dan Dampaknya terhadap Rupiah
Bank Indonesia (BI) telah mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 22 dan 23 April 2025. Dalam rapat tersebut, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI-Rate) pada level 5,75 persen. Suku bunga deposit facility tetap pada 5 persen, dan lending facility pada 6,5 persen. Meskipun keputusan BI dinilai tepat oleh sebagian kalangan, namun sayangnya hal ini belum memberikan sentimen positif terhadap rupiah.
Rully Nova menambahkan bahwa kebijakan suku bunga yang dipertahankan tersebut, meskipun tepat, belum cukup untuk mengatasi masalah likuiditas yang ketat. Kondisi ini membutuhkan strategi yang lebih komprehensif untuk mengatasi akar permasalahan pelemahan rupiah.
Meskipun demikian, ada sedikit kabar positif dari bursa saham domestik. Bursa saham mengalami kenaikan sebesar 1,2 persen pada sesi pertama perdagangan, dan yield obligasi pemerintah RI 10 tahun menurun menjadi 6,951 persen. Kondisi ini mengindikasikan berakhirnya tren net sell investor asing.
Faktor Global dan Indeks Dolar AS
Selain faktor domestik, sentimen negatif dari pasar global juga turut mempengaruhi pelemahan rupiah. Indeks dolar AS mengalami peningkatan sebesar 1 persen dibandingkan hari Selasa, mencapai angka 100. Kenaikan indeks dolar AS ini memberikan tekanan tambahan terhadap nilai tukar rupiah.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pelemahan rupiah merupakan dampak dari kombinasi faktor internal dan eksternal. Di satu sisi, likuiditas domestik yang ketat menjadi kendala utama. Di sisi lain, gejolak pasar global juga memberikan tekanan signifikan terhadap nilai tukar rupiah.
Oleh karena itu, diperlukan strategi yang terintegrasi dan komprehensif untuk mengatasi masalah ini. Tidak hanya berfokus pada kebijakan moneter, tetapi juga perlu mempertimbangkan langkah-langkah struktural untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia dan menarik investasi asing.
Kesimpulan
Pelemahan rupiah yang terjadi merupakan tantangan serius yang membutuhkan solusi segera. Pemerintah dan Bank Indonesia perlu bekerja sama untuk mengatasi masalah likuiditas domestik yang ketat dan merumuskan kebijakan yang tepat untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Penting untuk memperhatikan baik faktor domestik maupun global dalam merumuskan strategi yang efektif.