Rupiah Menguat: Harapan Kesepakatan AS-China Dongkrak Nilai Tukar
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat di tengah harapan kesepakatan perdagangan antara China dan Amerika Serikat, meskipun data PDB Indonesia kuartal I-2025 diprediksi kontraktif.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan seiring dengan munculnya harapan akan tercapainya kesepakatan antara China dan AS. Penguatan ini terjadi setelah Presiden Trump kembali menyinggung kemungkinan kesepakatan tersebut, dan China menyatakan kesiapannya untuk berunding. Hal ini disampaikan oleh Lukman Leong, analis mata uang dan komoditas Doo Financial Futures, yang memprediksi penguatan rupiah ini akan berlanjut.
Menurut Lukman, pernyataan Trump dan respon positif dari China telah menciptakan sentimen positif di pasar. Meskipun pemerintah AS baru-baru ini mencabut aturan pembebasan bea masuk untuk barang impor bernilai kecil dari China dan Hong Kong, dampaknya dinilai tidak signifikan. Lukman menambahkan, "Secara nilai, hanya sekitar 5 miliar dolar AS tahun lalu," terkait dampak pencabutan aturan tersebut.
Penguatan rupiah ini juga dipengaruhi oleh sentimen domestik, meskipun ada perkiraan kontraksi ekonomi. Data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diperkirakan akan menunjukkan kontraksi sebesar -0,89 persen di kuartal I-2025. Namun, harapan kesepakatan AS-China dinilai mampu mengimbangi dampak negatif dari perkiraan kontraksi tersebut.
Dampak Kesepakatan AS-China terhadap Rupiah
Kesepakatan perdagangan antara AS dan China memiliki potensi besar untuk memengaruhi pasar keuangan global, termasuk nilai tukar rupiah. Jika kedua negara mencapai kesepakatan yang mengurangi ketegangan perdagangan, hal ini dapat meningkatkan kepercayaan investor dan mendorong aliran modal asing ke Indonesia. Aliran modal asing yang masuk akan meningkatkan permintaan terhadap rupiah, sehingga menyebabkan penguatan nilai tukar.
Sebaliknya, kegagalan dalam mencapai kesepakatan dapat menyebabkan ketidakpastian di pasar dan berpotensi melemahkan rupiah. Oleh karena itu, perkembangan negosiasi perdagangan AS-China akan terus dipantau dengan cermat oleh para pelaku pasar.
Pencabutan aturan duty-free oleh AS, meskipun bernilai relatif kecil, juga menunjukkan dinamika hubungan perdagangan kedua negara. Langkah ini, menurut Gedung Putih, bertujuan untuk menghentikan penyelundupan obat-obatan terlarang dan menutup celah dalam aturan perdagangan yang dianggap merugikan bisnis kecil di AS.
Meskipun ada potensi risiko dari pencabutan aturan tersebut, dampaknya terhadap nilai tukar rupiah tampaknya terbatas, setidaknya untuk saat ini.
Analisis Sentimen Domestik dan Prediksi Kurs
Data PDB Indonesia yang diprediksi mengalami kontraksi di kuartal I-2025 menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Kontraksi ekonomi dapat mengurangi daya tarik investasi dan berpotensi melemahkan rupiah. Namun, pengaruh sentimen positif dari harapan kesepakatan AS-China tampaknya mampu mengimbangi dampak negatif tersebut.
Lukman Leong memprediksi kurs rupiah akan berada di kisaran Rp16.400-Rp16.500 per dolar AS. Prediksi ini mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk harapan kesepakatan AS-China dan perkiraan kontraksi ekonomi di Indonesia.
Pada pembukaan perdagangan Senin pagi, rupiah menguat 7 poin (0,04 persen) menjadi Rp16.431 per dolar AS, menunjukkan respon positif pasar terhadap harapan kesepakatan tersebut.
Secara keseluruhan, situasi nilai tukar rupiah saat ini mencerminkan perimbangan antara sentimen positif dari harapan kesepakatan AS-China dan sentimen negatif dari perkiraan kontraksi ekonomi domestik.
Perkembangan selanjutnya dari negosiasi AS-China dan data ekonomi Indonesia akan menjadi penentu arah pergerakan nilai tukar rupiah ke depannya.