RUU KUHAP: Wamenkum Tekankan Diferensiasi Fungsional untuk Peradilan Pidana yang Efektif
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menekankan pentingnya diferensiasi fungsional dalam RUU KUHAP untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan mewujudkan sistem peradilan pidana yang efektif dan berkeadilan di Indonesia.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, baru-baru ini menegaskan pentingnya prinsip diferensiasi fungsional dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Pernyataan tersebut disampaikan di Surabaya pada Rabu, 7 Mei 2024. Pernyataan ini muncul di tengah pembahasan RUU KUHAP oleh pemerintah dan DPR sebagai bagian dari reformasi hukum nasional. RUU ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan keadilan sistem peradilan pidana Indonesia.
Menurut Wamenkumham, dalam sistem hukum Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memegang peran utama sebagai penyidik dalam semua tindak pidana. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berperan sebagai penyidik pendukung yang berada di bawah koordinasi dan pengawasan Polri. Hal ini ditekankan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antar lembaga penegak hukum.
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan, "Polri ini sebagai penyidik utama dalam segala tindak pidana." Sistem peradilan pidana terpadu (criminal integrated justice system) yang diusung, hanya menerima berkas perkara dari penyidik Polri, bukan dari pihak lain. Ini memastikan alur proses hukum yang jelas dan terstruktur, mencegah potensi konflik dan inefisiensi.
Diferensiasi Fungsional dalam RUU KUHAP
RUU KUHAP yang sedang dibahas bertujuan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang telah berusia lebih dari empat dekade. Undang-undang tersebut dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan hukum, teknologi, dan dinamika masyarakat terkini. Oleh karena itu, diferensiasi fungsional menjadi kunci dalam penyempurnaan sistem peradilan pidana.
Dengan ditekankannya diferensiasi fungsional, diharapkan peran dan fungsi masing-masing institusi penegak hukum menjadi lebih jelas. Hal ini akan mencegah tumpang tindih kewenangan dan meningkatkan efisiensi dalam proses penegakan hukum. Sistem yang lebih terstruktur ini diharapkan dapat mempercepat proses hukum dan memberikan rasa keadilan yang lebih baik bagi masyarakat.
Wamenkumham menekankan pentingnya menjaga peran dan fungsi masing-masing institusi. "Sudah tepat karena penyidik adalah Polri, penuntut adalah jaksa, dan yang memutus perkara adalah hakim," tegasnya. Pernyataan ini menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk menjaga integritas dan independensi masing-masing lembaga penegak hukum.
Lebih lanjut, Wamenkumham juga berharap RUU KUHAP dapat memperkuat jaminan hak asasi manusia (HAM) bagi setiap warga negara. Sistem peradilan pidana yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan menjadi tujuan utama dari revisi ini.
Peran Polri dan PPNS dalam Sistem Peradilan Pidana
Dalam sistem yang diusulkan, Polri sebagai penyidik utama memiliki tanggung jawab penuh dalam proses penyidikan. PPNS, sebagai penyidik pendukung, bekerja di bawah koordinasi dan pengawasan Polri. Dengan demikian, tercipta sistem yang terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik.
Peran dan fungsi yang jelas ini diharapkan dapat mencegah konflik dan meningkatkan efisiensi dalam proses penegakan hukum. Sistem yang terstruktur ini juga akan mempermudah pengawasan dan akuntabilitas kinerja masing-masing institusi.
RUU KUHAP diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana. Dengan demikian, Indonesia dapat memiliki sistem peradilan pidana yang modern, efektif, dan berkeadilan.
Dengan adanya pembaruan KUHAP, diharapkan sistem peradilan pidana di Indonesia akan lebih responsif terhadap perkembangan zaman dan mampu memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi masyarakat.
Kesimpulan
Pembahasan RUU KUHAP yang menekankan diferensiasi fungsional merupakan langkah penting dalam reformasi hukum nasional. Hal ini diharapkan dapat menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih efektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan, serta mampu melindungi hak asasi manusia.