Satu Harga Gabah: Tantangan Regulasi Pangan dan Pelajaran Berharga
Dinamika perubahan regulasi harga gabah di Indonesia, khususnya revisi Perkabadan Nomor 2 Tahun 2025, menyoroti pentingnya regulasi pangan yang matang, partisipatif, dan berpihak pada petani.
Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional (Perkabadan) Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur harga pembelian gabah dan beras, menimbulkan polemik dan direvisi menjadi Keputusan Kepala Bapanas Nomor 14 Tahun 2025. Perubahan ini terjadi karena Perkabadan Nomor 2/2025 dinilai berpotensi merugikan petani dengan syarat kadar air dan kadar hampa gabah yang ketat. Peristiwa ini terjadi di Indonesia, dan menimbulkan pertanyaan besar tentang kualitas proses legislasi teknis di tingkat pemerintahan.
Keputusan Kepala Bapanas Nomor 14/2025 akhirnya menetapkan kebijakan "satu harga gabah" sebesar Rp6.500 per kilogram tanpa mempertimbangkan kadar air dan hampa. Kebijakan ini memberikan kepastian harga dan perlindungan bagi petani, terutama saat panen raya. Namun, peristiwa ini juga menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya melibatkan petani dan pemangku kepentingan lainnya dalam proses perumusan regulasi.
Ketidakmatangan dalam merumuskan Perkabadan Nomor 2/2025 menunjukkan kurangnya kajian akademik, simulasi kebijakan, dan konsultasi dengan para petani. Regulasi yang hanya berdasarkan data angka dan asumsi teknis tanpa mempertimbangkan kondisi lapangan dan suara akar rumput berpotensi menjadi bumerang bagi pemerintah. Hal ini menekankan pentingnya regulasi yang adil, sesuai konteks, dan menjamin keadilan substantif, sebagaimana diungkapkan oleh Aristoteles dan Jean-Jacques Rousseau.
Regulasi Pangan: Antara Teknokrasi dan Keadilan
Peristiwa ini menyoroti perlunya proses legislasi yang lebih transparan dan partisipatif. Pemerintah perlu melibatkan petani, asosiasi tani, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil dalam perumusan kebijakan pangan. Dialog sosial yang intensif akan memastikan regulasi yang mengakomodasi kepentingan semua pihak dan melindungi kelompok yang rentan.
Kebijakan satu harga gabah harus dijaga konsistensinya dan tidak hanya menjadi solusi sementara. Pemerintah perlu memiliki langkah strategis jangka panjang untuk meningkatkan kualitas gabah petani melalui penyuluhan, bantuan alat pengering, serta akses pupuk dan benih unggul. Peningkatan kualitas gabah akan memungkinkan negosiasi harga dengan nilai tambah yang lebih besar.
Regulasi pangan yang baik harus mampu menyeimbangkan kepentingan produsen dan konsumen, serta memperhatikan aspek keadilan dan efisiensi. Pemerintah tidak hanya berperan sebagai pembeli, tetapi juga sebagai pengawal keseimbangan dan keadilan dalam sistem pangan nasional.
Pelajaran Berharga dan Harapan ke Depan
Dinamika regulasi gabah ini menjadi momentum refleksi untuk memperbaiki sistem perumusan kebijakan pangan. Keberhasilan kebijakan satu harga gabah harus diiringi dengan komitmen untuk meningkatkan kualitas produksi dan kesejahteraan petani. Hal ini memerlukan regulasi yang matang, bijak, dan berpihak pada petani.
Kepercayaan petani terhadap pemerintah sangat penting. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan keberlanjutan kebijakan satu harga gabah dan terus berupaya meningkatkan sistem regulasi pangan agar lebih responsif, partisipatif, dan berkeadilan. Masyarakat menantikan tata kelola pangan yang lebih tertata dan berkelanjutan di masa depan.
Pemerintah perlu belajar dari kesalahan masa lalu dan memastikan regulasi yang dibuat tidak hanya berorientasi pada angka dan data teknis, tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial, ekonomi, dan budaya petani. Partisipasi aktif petani dalam proses pembuatan kebijakan sangat krusial untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.
- Pentingnya kajian akademik yang komprehensif sebelum penerbitan regulasi.
- Perlunya simulasi kebijakan untuk memprediksi dampak di lapangan.
- Konsultasi yang intensif dengan pemangku kepentingan, terutama petani.
- Transparansi dan partisipasi publik dalam proses perumusan regulasi.
- Penetapan kebijakan yang berkelanjutan dan tidak hanya bersifat sementara.
Semoga dinamika ini menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah untuk membangun kedaulatan pangan yang lebih kuat dan berkelanjutan, serta meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia.