Sri Mulyani Kaji Skema Pendanaan Kopdes Merah Putih: Solusi Ekonomi Desa Tanpa Bebani APBN?
Menteri Keuangan Sri Mulyani tengah mengkaji berbagai skema kombinasi pendanaan untuk Kopdes Merah Putih, mencari solusi pendanaan yang optimal tanpa membebani APBN secara berlebihan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tengah mengkaji berbagai skema kombinasi pendanaan untuk Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Pengkajian ini dilakukan untuk memastikan keberhasilan program unggulan pemerintah ini tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara signifikan. Pemerintah menargetkan pembentukan 80 ribu Kopdes di seluruh Indonesia hingga Juli 2025.
Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara daring pada Kamis, Sri Mulyani menjelaskan bahwa koordinasi sedang dilakukan untuk mengidentifikasi sumber anggaran. Kemungkinan sumber pendanaan meliputi dana publik langsung atau pengembangan aktivitas ekonomi di tingkat desa. Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) yang memberikan mandat kepada Kementerian Keuangan untuk menyediakan anggaran melalui berbagai sumber, termasuk APBN, APBD, dan Himbara.
Sri Mulyani menambahkan bahwa berbagai kemungkinan kombinasi sumber pendanaan akan dikaji bersama. Kementerian Keuangan akan melihat potensi optimalisasi transfer dana yang sudah ada. Skema yang dipertimbangkan juga menyerupai sistem yang diterapkan dalam Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), di mana modal awal berasal dari Dana Desa dan berkembang melalui kegiatan ekonomi produktif.
Skema Pendanaan Kopdes Merah Putih: APBN, APBD, dan Dana Desa
Pemerintah telah menetapkan target ambisius untuk membentuk 80.000 Kopdes Merah Putih hingga Juli 2025, dengan operasional dimulai September 2025. Anggaran operasional yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp5 miliar per koperasi. Untuk mencapai target ini, pemerintah akan mengkaji berbagai sumber pendanaan yang tersedia. APBN dapat memberikan anggaran kepada daerah melalui Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), yang mencakup Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus (DAK), dana otonomi khusus, dan Dana Desa.
Selain APBN, sumber pendanaan lain yang dipertimbangkan adalah APBD. Provinsi dan kabupaten/kota juga menerima transfer dana dari pusat untuk menjalankan anggaran dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan demikian, kombinasi pendanaan dari APBN, APBD, dan Dana Desa akan menjadi kunci keberhasilan program ini. Sri Mulyani menekankan pentingnya mengkaji semua kemungkinan kombinasi untuk menemukan skema yang paling efektif dan efisien.
Salah satu skema yang dipertimbangkan adalah model BUMDes, di mana pengembangan usaha ekonomi produktif akan menjadi sumber utama pengembalian modal awal dari Dana Desa. Model ini diharapkan dapat menciptakan keberlanjutan dan mengurangi ketergantungan pada anggaran pemerintah.
Kopdes Merah Putih: Solusi Ekonomi Pedesaan
Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono sebelumnya menegaskan bahwa program Kopdes Merah Putih dirancang sebagai solusi ekonomi pedesaan yang tidak akan membebani APBN secara berlebihan. Program ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem ekonomi baru di pedesaan yang saling menguntungkan dan memutus rantai ketergantungan masyarakat desa pada rentenir dan pinjaman online (pinjol).
Dengan demikian, pengkajian skema pendanaan yang dilakukan oleh Sri Mulyani bertujuan untuk memastikan bahwa Kopdes Merah Putih dapat terwujud tanpa menimbulkan beban finansial yang berat bagi negara. Pemerintah berharap program ini dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Inpres 2025 menjadi landasan hukum bagi program ini, menetapkan target ambisius pembentukan 80.000 koperasi di desa dan kelurahan seluruh Indonesia. Kesuksesan program ini sangat bergantung pada strategi pendanaan yang tepat dan berkelanjutan. Sri Mulyani dan timnya kini tengah bekerja keras untuk menemukan solusi yang optimal.
Dengan mengkaji berbagai skema kombinasi pendanaan, pemerintah berharap Kopdes Merah Putih dapat menjadi solusi nyata bagi permasalahan ekonomi di pedesaan, memberdayakan masyarakat desa, dan menciptakan perekonomian yang lebih inklusif dan berkelanjutan.