Suap Rp60 Miliar: Anggota Legal Wilmar Diduga Kena Kasus Korupsi CPO
Kejagung menetapkan anggota tim legal Wilmar, MSY, sebagai tersangka kasus suap Rp60 miliar untuk memuluskan putusan lepas perkara korupsi CPO.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka baru dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Tersangka MSY, anggota tim legal PT Wilmar Group, diduga memberikan suap sebesar Rp60 miliar untuk memuluskan putusan lepas (ontslag) bagi perusahaan tersebut dalam perkara korupsi CPO. Peristiwa ini terungkap setelah rangkaian pertemuan dan transaksi uang yang melibatkan beberapa pihak, termasuk panitera, advokat, dan hakim.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan kronologi kasus ini berawal dari pertemuan antara Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata PN Jakarta Utara, dengan Ariyanto (AR), advokat yang mewakili tersangka korporasi. WG meminta AR untuk mengurus perkara CPO agar putusan yang dihasilkan menguntungkan kliennya. Permintaan ini kemudian diteruskan kepada Marcella Santoso (MS), advokat lain yang terlibat, dan akhirnya sampai kepada MSY.
Pertemuan-pertemuan selanjutnya terjadi antara para pihak yang terlibat, termasuk Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu. Dalam pertemuan tersebut, jumlah suap yang awalnya disepakati Rp20 miliar, dinaikkan menjadi Rp60 miliar oleh MAN dengan alasan agar putusan ontslag dapat tercapai. Uang tersebut kemudian diserahkan melalui serangkaian transaksi kepada MAN, yang selanjutnya diduga mengalir kepada tiga hakim yang terlibat dalam perkara tersebut.
Kronologi Pemberian Suap
Proses pemberian suap bermula dari permintaan WG kepada AR untuk mempersiapkan biaya pengurusan perkara CPO. AR meneruskan informasi ini kepada MS, yang kemudian bertemu MSY. MSY awalnya menawarkan Rp20 miliar, namun jumlah tersebut meningkat menjadi Rp60 miliar setelah pertemuan antara AR, WG, dan MAN. MSY menyanggupi permintaan tersebut dan menyerahkan uang dalam mata uang dolar AS atau Singapura kepada AR, yang kemudian diteruskan ke WG dan akhirnya ke MAN. Sebagai imbalan, WG menerima uang sebesar 50.000 dolar AS dari MAN.
Pertemuan-pertemuan tersebut terjadi di beberapa lokasi di Jakarta, termasuk rumah makan di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, serta kawasan SCBD. Seluruh proses transaksi dan kesepakatan ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk mempengaruhi putusan pengadilan.
Atas perbuatannya, MSY dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 13 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Para Tersangka Lainnya
Selain MSY, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka lain dalam kasus ini. Mereka adalah WG, MS, AR, dan MAN, serta tiga hakim, yaitu Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM). Ketiga hakim tersebut merupakan anggota majelis hakim yang menjatuhkan putusan ontslag pada 19 Maret 2024 di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat. Putusan tersebut membebaskan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dari tuntutan jaksa, meskipun terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan primer dan subsider.
Hasil pemeriksaan Kejagung menunjukkan bahwa ketiga hakim tersebut menerima uang suap yang bersumber dari MAN, yang mendapatkan uang tersebut dari MSY. Kasus ini mengungkap praktik suap yang sistematis dan melibatkan berbagai pihak dalam sistem peradilan.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan perusahaan besar dan menyingkap potensi praktik korupsi dalam sistem peradilan Indonesia. Proses hukum selanjutnya akan menentukan nasib para tersangka dan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat dalam tindakan serupa.