Sudinkes Jaktim Perkuat Juru Pemantau Batuk untuk Deteksi Dini TBC
Sudinkes Jakarta Timur memperkuat peran juru pemantau batuk (jumantuk) untuk deteksi dini TBC, dengan melakukan jemput bola dan edukasi kepada warga, serta pengobatan gratis.
Jakarta, 10 Mei 2025 - Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Timur gencar memberantas Tuberkulosis (TBC) dengan memperkuat peran juru pemantau batuk (jumantuk). Langkah ini diambil sebagai upaya deteksi dini penyakit yang menyerang sistem pernapasan tersebut. Inovasi ini melengkapi program kesehatan yang sudah ada sebelumnya, dan bertujuan untuk menekan angka penderita TBC di Jakarta Timur.
Kepala Sudinkes Jakarta Timur, Herwin Meifendy, menjelaskan bahwa jumantuk berperan penting dalam memantau warga yang mengalami gejala batuk. Mereka aktif mendorong warga yang batuk untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat. Setelah pemeriksaan, jumantuk melaporkan temuan kepada petugas kesehatan untuk penanganan lebih lanjut. "Jadi begitu ditemukan penderita TBC, sudah diperiksa ke fasilitas kesehatan, lalu bisa dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan penanganan yang tepat. Jadi nanti dicek ada atau tidak di dalam rumah itu yang batuk? Seperti apa? Itu kita lakukan pemeriksaan," ujar Herwin.
Selain pemantauan, jumantuk juga aktif memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan dan pengobatan TBC. Program ini bersifat promotif dan preventif, bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya TBC dan pentingnya pengobatan dini. "Jadi promotif dan preventifnya kita lakukan dengan edukasi-edukasi ke masyarakat. Tadi kalau inovasi-inovasi yang sudah ada, salah satunya adalah kader jumantuk," tambah Herwin.
Deteksi Dini dan Pengobatan Gratis
Pemeriksaan dan pengobatan TBC di Jakarta Timur dilakukan tanpa dipungut biaya. Sudinkes juga berupaya memberikan makanan tambahan (PMT) bagi penderita TBC untuk membantu pemulihan. Herwin menekankan pentingnya pengobatan hingga tuntas untuk mencegah kekambuhan. "Nah, sebab itu masyarakat jangan malu. Supaya diobatin sampai sembuh. Jangan sampai putus obat. Kalau putus obat kan, residen obat masih berat lagi. Ulang lagi dari awal dengan dosis yang berbeda. Bahkan bisa juga sampai disuntik selama dua bulan berturut-turut," jelasnya.
Upaya deteksi dini TBC juga dilakukan dengan pendekatan jemput bola oleh Wali Kota Jakarta Timur, Munjirin, bersama jajaran kesehatan setempat. Langkah ini melibatkan Sudinkes Jakarta Timur, puskesmas, RT/RW, kelurahan, dan kecamatan. "Iya harus kita lakukan jemput bola untuk bisa memacu dan menemukan warga yang terkena TBC," kata Munjirin.
Data dari Sudinkes Jakarta Timur menunjukkan bahwa terdapat 2.645 kasus TBC positif selama periode Januari hingga Maret 2025. Dari jumlah tersebut, 324 kasus terjadi pada anak-anak akibat kontak erat dengan penderita TBC. Wilayah dengan kasus terbanyak adalah Pulogadung, Ciracas, Cakung, dan Pasar Rebo.
Sukses Pengobatan dan Tantangan ke Depan
Meskipun demikian, terdapat kabar baik. Berdasarkan data tahun 2024, tingkat keberhasilan pengobatan TBC di Jakarta Timur mencapai 65 persen, dengan 2.285 warga dinyatakan sembuh. Namun, angka ini masih menjadi tantangan untuk terus ditingkatkan. Peran jumantuk diharapkan dapat membantu mempercepat deteksi dini dan meningkatkan angka kesembuhan.
Dengan adanya program deteksi dini dan pengobatan gratis, diharapkan masyarakat Jakarta Timur tidak ragu untuk memeriksakan diri jika mengalami gejala batuk. Partisipasi aktif masyarakat dan kerja sama antar instansi sangat penting untuk mencapai target eliminasi TBC di Jakarta Timur.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Sudinkes Jakarta Timur ini patut diapresiasi sebagai upaya proaktif dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Dengan menggabungkan strategi deteksi dini, pengobatan gratis, dan edukasi masyarakat, diharapkan program ini dapat menekan angka penderita TBC secara signifikan dan meningkatkan kualitas kesehatan warga Jakarta Timur.