Surabaya Terapkan Smart Governance untuk Efisiensi Anggaran, Bukan Pemotongan Belanja
Pemkot Surabaya terapkan efisiensi anggaran melalui optimalisasi kerja berbasis smart governance, bukan pemotongan belanja, sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2025.
Surabaya, 3 Maret 2025 (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memastikan bahwa efisiensi anggaran yang diterapkan bukanlah pengurangan belanja, melainkan optimalisasi kerja melalui penerapan smart governance. Kebijakan ini selaras dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya, Irvan Wahyudrajat, di Surabaya, Senin. Irvan menjelaskan bahwa pasca pandemi COVID-19, Pemkot Surabaya telah banyak belajar dalam menyusun anggaran yang efektif dan efisien. Efisiensi, menurutnya, bukan sekadar pemangkasan anggaran, tetapi lebih kepada optimalisasi pola kerja yang tepat sasaran.
'Smart governance tidak selalu berarti aplikasi, tetapi bagaimana kita memastikan anggaran digunakan secara tepat guna dan menghasilkan efektivitas pembangunan daerah,' ujar Irvan. Ia menegaskan komitmen Pemkot Surabaya untuk tetap memprioritaskan belanja wajib pada tahun 2025, termasuk pelayanan dasar, pengentasan kemiskinan, dan beasiswa pendidikan.
Efisiensi Anggaran: Fokus pada Optimalisasi, Bukan Pemotongan
Irvan Wahyudrajat menekankan bahwa efisiensi anggaran di Surabaya tidak akan mengurangi alokasi untuk belanja wajib. Program-program prioritas seperti penurunan angka kemiskinan, penanganan stunting, dan beasiswa pendidikan tetap akan menjadi fokus utama. 'Belanja wajib ini merupakan mandatory. Program penurunan kemiskinan, stunting, beasiswa, dan sebagainya itu tidak akan kita pangkas karena belanja wajib,' tegasnya.
Sementara itu, alokasi anggaran untuk belanja prioritas akan disesuaikan dengan kebutuhan kota. Jika penanganan banjir menjadi prioritas, maka anggaran terbesar akan dialokasikan untuk sektor tersebut. Hal yang sama berlaku untuk perbaikan kampung, penerangan jalan umum (PJU), atau infrastruktur lainnya. Pemkot Surabaya akan memprioritaskan program berdasarkan kebutuhan riil di lapangan.
Sebagai pendukung kebijakan ini, Pemkot Surabaya telah memiliki satu data berbasis by name by address. Data ini mencakup informasi keluarga miskin, prasejahtera, hingga masyarakat yang membutuhkan pekerjaan. Dengan data yang komprehensif ini, pemerintah kota dapat menargetkan bantuan secara tepat sasaran.
Dukungan Data Terintegrasi dan Kolaborasi
Irvan menambahkan, 'Kami juga memiliki database sekitar 10 ribu perusahaan di Surabaya. Jadi kalau ada (perusahaan) mau bantu di wilayah mana, berapa orang, kami tinggal connect-kan dengan kegiatan CSR mereka.' Ketersediaan data terintegrasi ini memfasilitasi kolaborasi dengan sektor swasta untuk mendukung program-program prioritas Pemkot Surabaya.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Surabaya, Wiwiek Widayati, memberikan pandangan senada. Ia menilai bahwa komponen-komponen dalam Inpres 1 Tahun 2025 sebagian besar bersifat penunjang, bukan prioritas utama. Oleh karena itu, Pemkot Surabaya tetap mengutamakan pemenuhan belanja wajib dan prioritas.
'Jadi kita penuhi yang mandatory belanja wajib dulu, setelah itu kita penuhi yang belanja prioritas,' jelas Wiwiek. Belanja wajib ini mencakup kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai ketentuan pemerintah pusat, termasuk di bidang pendidikan. 'Artinya, pendidikan anak-anak kita wajib sekolah, itu bisa terpenuhi,' tambahnya.
Dengan strategi smart governance dan data yang terintegrasi, Pemkot Surabaya berupaya mewujudkan efisiensi anggaran tanpa mengorbankan program-program penting bagi kesejahteraan masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan ini.