Terdakwa Kasus Mama Khas Banjar Dituntut Lepas, Menteri UMKM Sempat Turun Tangan!
JPU menuntut terdakwa kasus label kedaluwarsa Mama Khas Banjar lepas dari dakwaan. Menteri UMKM sebelumnya memberikan atensi pada kasus ini.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Banjarbaru menuntut Firly Nurachim, terdakwa dalam perkara label kedaluwarsa produk UMKM Mama Khas Banjar, untuk dibebaskan dari segala tuntutan. Tuntutan ini diajukan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada Senin (19/5).
Febriana Rizky, JPU yang menangani kasus ini, menyatakan, "Menuntut terdakwa Firly untuk lepas dari segala tuntutan." Atas tuntutan tersebut, Ketua Majelis Hakim Rakhmad Dwinanto memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaan atau pledoi secara tertulis pada sidang berikutnya yang dijadwalkan pada Senin (26/5).
Kasus ini sebelumnya menarik perhatian Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, yang berpendapat bahwa Firly seharusnya dibebaskan. Menteri Maman menilai bahwa kasus ini lebih tepat diselesaikan melalui pembinaan sesuai dengan Undang-Undang tentang Pangan, bukan melalui jalur pidana.
Tuntutan Lepas Diharapkan Jadi Pertimbangan Hakim
Faisol Abrori, kuasa hukum Firly, menyambut baik tuntutan JPU terhadap kliennya. Faisol berharap majelis hakim dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya dalam perkara ini. Ia menilai tuntutan lepas dari tuntutan, atau onslag, sudah tepat karena pelanggaran yang terjadi tidak memenuhi unsur pidana.
Faisol menambahkan bahwa upaya hukum yang telah dilakukan, termasuk menghadirkan Menteri UMKM Maman Abdurrahman sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan pada sidang sebelumnya, berhasil meyakinkan JPU untuk menuntut kliennya lepas.
"Jaksa telah terbuka bahwa kasus ini bukanlah pelanggaran pidana, namun administratif sebagaimana semangat pembinaan UMKM oleh pemerintah," ujar Faisol.
Awal Mula Kasus Mama Khas Banjar
Kasus ini bermula ketika Firly, seorang pelaku usaha mikro, dijerat pidana karena menjual berbagai macam makanan beku, makanan kemasan, dan minuman kemasan tanpa mencantumkan tanggal kedaluwarsa. JPU mendakwa Firly dengan dakwaan pertama Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf g Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dakwaan kedua yang diajukan adalah Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf i Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Namun, kasus ini kemudian menjadi perhatian publik dan mendapatkan atensi dari Menteri UMKM Maman Abdurrahman.
Menteri Maman berpendapat bahwa kasus ini lebih tepat diselesaikan melalui pendekatan pembinaan sesuai dengan Undang-Undang tentang Pangan, bukan melalui proses pidana. Hal ini menjadi pertimbangan penting dalam tuntutan yang diajukan oleh JPU.
Atensi Menteri UMKM pada Kasus Mama Khas Banjar
Perhatian Menteri UMKM terhadap kasus ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung dan membina UMKM. Pendekatan pembinaan dianggap lebih efektif dalam meningkatkan kesadaran pelaku usaha mikro terhadap pentingnya mencantumkan informasi yang jelas pada produk mereka, termasuk tanggal kedaluwarsa.
Kasus Mama Khas Banjar menjadi contoh bagaimana pendekatan yang lebih manusiawi dan pembinaan dapat menjadi solusi yang lebih baik daripada langsung menjatuhkan sanksi pidana. Hal ini sejalan dengan semangat pemerintah untuk mendorong pertumbuhan UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
Tuntutan lepas yang diajukan JPU diharapkan dapat menjadi angin segar bagi pelaku UMKM lainnya. Putusan yang adil akan memberikan kepastian hukum dan mendorong pelaku UMKM untuk terus berinovasi dan mengembangkan usaha mereka tanpa rasa takut akan kriminalisasi.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak tentang pentingnya keseimbangan antara penegakan hukum dan pembinaan dalam mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia. Pemerintah diharapkan terus memberikan dukungan dan pembinaan kepada UMKM agar mereka dapat berkembang dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian negara.