Vonis Eks Kepala Pelabuhan Kayangan Dirubah MA: 10 Tahun Penjara
Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukuman mantan Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan, Sentot Ismudiyanto Kuncoro, terkait kasus korupsi tambang pasir besi menjadi 10 tahun penjara.
Mahkamah Agung (MA) telah mengubah putusan pengadilan tingkat banding terhadap Sentot Ismudiyanto Kuncoro, mantan Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan. Vonisnya kini menjadi 10 tahun penjara, turun dari putusan sebelumnya yang berjumlah 13 tahun. Kasus ini terkait korupsi tambang pasir besi PT Anugerah Mitra Graha (AMG) di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang merugikan negara sebesar Rp36,4 miliar. Perubahan putusan ini dibenarkan oleh Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram, Lalu Moh. Sandi Iramaya, pada Selasa lalu.
Sentot Ismudiyanto Kuncoro terbukti terlibat dalam korupsi tambang pasir besi PT AMG yang beroperasi di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur. Aktivitas penambangan ilegal ini berlangsung selama tahun 2021 hingga 2022. Kerugian negara yang signifikan tersebut telah diaudit oleh BPKP NTB dan menjadi dasar penetapan hukuman.
Putusan MA ini merupakan hasil dari proses kasasi yang diajukan oleh Sentot. Hakim Agung Yohanes Priyana memimpin persidangan kasasi dengan anggota H. Arison Megajaya dan Noor Edi Yono. Amar Putusan Kasasi Nomor: 327 K/PID.SUS/2025 menolak permohonan kasasi Sentot, sekaligus memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi NTB dan Pengadilan Negeri Mataram.
Kronologi Putusan Kasus Korupsi
Perjalanan kasus ini dimulai dari putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram Nomor: Pid.Sus-TPK/2024/PN Mtr tanggal 10 Juni 2024, yang menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara kepada Sentot. Putusan tersebut kemudian diubah oleh Pengadilan Tinggi NTB dengan Nomor: 20/PID.TPK/2024/PT MTR tanggal 31 Juli 2024, menjadi 13 tahun penjara. Namun, MA akhirnya menetapkan hukuman menjadi 10 tahun penjara, sekaligus menolak kasasi yang diajukan oleh terdakwa.
Selain hukuman penjara, Sentot juga dijatuhi denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Besaran denda ini sama dengan putusan pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama. MA juga sependapat dengan putusan sebelumnya yang menyatakan Sentot melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatan Sentot yang terbukti secara hukum adalah meloloskan material pasir besi hasil tambang PT AMG yang belum mengantongi persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM RI. Hal ini menyebabkan negara mengalami kerugian besar dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Detail Kasus Korupsi Tambang Pasir Besi
Kasus ini berpusat pada aktivitas ilegal penambangan pasir besi PT AMG yang berlangsung selama dua tahun. Ketiadaan persetujuan RKAB dari Kementerian ESDM RI menjadi faktor utama kerugian negara yang mencapai Rp36,4 miliar. Angka ini didapat dari hasil audit yang dilakukan oleh BPKP NTB.
Putusan MA ini memberikan kepastian hukum atas kasus korupsi ini. Pengurangan hukuman dari 13 tahun menjadi 10 tahun penjara tetap memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan menegaskan komitmen penegakan hukum di Indonesia. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya kepatuhan terhadap regulasi pertambangan dan pengelolaan sumber daya alam untuk mencegah kerugian negara di masa mendatang.
Dengan putusan ini, diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak lain yang berniat melakukan tindakan serupa dan sekaligus menjadi pembelajaran bagi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia agar lebih transparan dan akuntabel.