Cegah Penularan TBC: Pengendalian Faktor Risiko Jadi Kunci Utama
Dokter Tjatur Kuat Sagoro menjelaskan pentingnya pengendalian faktor risiko, vaksinasi BCG, dan Terapi Pencegahan Tuberkolosis (TPT) untuk mencegah penularan TBC, terutama pada anak.
Jakarta, 25 Maret 2024 (ANTARA) - Pencegahan penularan tuberkulosis (TBC) menjadi fokus utama dalam upaya kesehatan masyarakat. Menurut dr. Tjatur Kuat Sagoro Sp.A(K), dokter spesialis anak konsultan respirologi Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, pengendalian faktor risiko merupakan kunci utama dalam mencegah penyebaran penyakit menular ini. Webinar Hari Tuberkulosis Sedunia yang diadakan secara daring pada Selasa lalu menyoroti pentingnya strategi pencegahan yang komprehensif.
Berbagai upaya pencegahan telah dijelaskan, termasuk vaksinasi BCG pada bayi usia 0-2 bulan, pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT), dan mengurangi risiko penularan melalui droplet. Dr. Tjatur juga menyoroti peningkatan kasus TBC pada remaja dengan gejala yang mirip dengan dewasa, seperti batuk darah. Hal ini menekankan perlunya kewaspadaan dan deteksi dini pada semua kelompok usia.
Meskipun anak balita hingga usia di bawah 10 tahun memiliki risiko penularan yang lebih rendah, hasil TCM (Tes Cepat Molekuler) TB yang positif menunjukkan potensi penularan, bahkan pada anak-anak. Oleh karena itu, penting untuk melakukan deteksi dini dan pengobatan yang tepat guna mencegah penularan lebih lanjut.
Vaksinasi BCG dan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT)
Vaksinasi BCG, yang diberikan pada bayi usia 0-2 bulan, berperan penting dalam mencegah TBC berat. Namun, dr. Tjatur menekankan bahwa imunisasi tidak memberikan perlindungan 100 persen. "Jadi ada beberapa pertanyaan, kalau misalnya anak saya sudah diimunisasi, tapi kok masih kena TBC ya? Jadi ini tidak bisa menimbulkan perlindungan 100 persen, tapi bisa mengurangi risiko untuk sakit TBC yang berat," jelasnya.
Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) juga menjadi strategi penting, terutama untuk mencegah TBC laten pada kelompok usia muda, khususnya balita. TBC laten, meskipun tidak menunjukkan gejala, berpotensi berkembang menjadi TBC aktif. TPT diberikan untuk mencegah perkembangan TBC laten menjadi penyakit aktif yang lebih serius.
Anak yang terinfeksi TBC laten mungkin tidak menunjukkan gejala seperti anak sehat pada umumnya. Mereka tetap aktif, berat badan naik, dan tidak mengalami batuk atau demam. Oleh karena itu, deteksi dini melalui uji tuberkulin dan pemberian TPT sangat penting untuk mencegah perkembangan penyakit.
Pentingnya Deteksi Dini dan Pengendalian Risiko
Dr. Tjatur menjelaskan bahwa cakupan terapi TPT masih rendah, sehingga anak yang tampak sehat pun berpotensi mengalami TBC berat. TPT dapat diberikan pada anak di bawah lima tahun yang tidak sakit TBC, termasuk mereka yang berisiko tinggi, tanpa adanya kontraindikasi obat. Pemberian TPT dapat dilakukan mulai dari seminggu sekali hingga enam bulan, dengan pemantauan rutin setiap bulan.
Pemantauan rutin sangat penting untuk mendeteksi dini jika terjadi perubahan kondisi kesehatan anak. "Setiap bulan kita monitor, anak ini kan sudah terinfeksi. Kita akan cegah, jangan sampai sakit, kalau tiba-tiba nanti dalam perjalanan yang dilakukan profilaktis, dia misalnya jadi batuk-batuk, jadi demam seperti pada gejala klinis TB, nah itu saatnya kita mengobservasi lagi, apakah itu gejala dia batuk-bilak biasa, atau merupakan gejala TB," jelas dr. Tjatur.
Pengendalian faktor risiko juga meliputi menghindari kontak erat dengan penderita TBC aktif, terutama pada bayi dan anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi lengkap. Menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan protokol kesehatan juga sangat penting dalam mencegah penularan TBC.
Kesimpulannya, pencegahan TBC membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan vaksinasi, TPT, deteksi dini, dan pengendalian faktor risiko. Upaya bersama dari pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat sangat penting untuk menekan angka penularan TBC di Indonesia.