11 Tahun Berjuang! Kasus Pemalsuan Akta Tanah Yaman di Jakarta Utara Akhirnya Masuk Pengadilan
Setelah 11 tahun berjuang, Yaman, warga Jakarta Utara, akhirnya melihat kasus dugaan pemalsuan akta tanah milik keluarganya seluas dua hektare diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Seorang warga Rorotan, Jakarta Utara bernama Yaman, telah berjuang selama 11 tahun untuk mendapatkan keadilan atas dugaan pemalsuan akta otentik tanah seluas dua hektare milik keluarganya. Laporan polisi yang dibuatnya pada tahun 2014 baru memasuki proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada April 2025. Kasus ini menyoroti lamanya proses hukum di Indonesia dan dugaan keterlibatan oknum dalam menghambat penyelesaian kasus tersebut.
Yaman, cucu dari almarhum Asmat bin Pungut, pemilik sah lahan tersebut, mengatakan, "Saya hanya ingin keadilan dan ingin tanah milik kakek saya kembali kepada keluarga kami." Perjuangannya yang panjang ini dimulai sejak ia melaporkan dugaan pemalsuan akta otentik ke Polres Jakarta Utara. Dia menduga adanya keterlibatan oknum polisi dan petugas pertanahan yang menyebabkan lamanya proses penyidikan.
Proses hukum yang panjang dan melelahkan ini akhirnya membuahkan hasil dengan ditetapkannya seorang tersangka berinisial TS. Tersangka TS kini telah duduk di kursi terdakwa dan menjalani persidangan. Sidang yang digelar pada Kamis, 17 April 2025, menghadirkan dua orang saksi dari pihak pelapor, yaitu Sugiarto dan Abdullah. Keduanya memberikan kesaksian yang berbeda terkait keterlibatan mereka dalam kasus ini.
Kesaksian Para Saksi dan Bantahan Tersangka
Sugiarto, yang merupakan penyewa lahan dari keluarga ahli waris, menjelaskan bahwa ia mengenal TS dari kasus serupa sebelumnya. Sugiarto menyewa lahan tersebut untuk parkir alat berat perusahaannya. Ia menyatakan, "Saya cuma penyewa dan saya pernah dituduh menyerobot, tapi saya buktikan tidak bersalah."
Sementara itu, Abdullah, yang menggarap lahan tersebut, mengaku heran namanya muncul dalam berita acara perkara. Ia menyatakan tidak mengenal TS dan tidak pernah menandatangani dokumen apapun. Abdullah menambahkan, "Saya tak kenal TS dan juga tidak pernah menandatangani dokumen apapun. Tapi tiba-tiba saya dimintai keterangan seolah terlibat."
Di sisi lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rico Sudibyo memilih untuk tidak berkomentar terkait kesaksian para saksi. Ia mengatakan, "Maaf, saya tidak bisa memberi pernyataan. Nanti biar Kajari saja." Sementara itu, pihak TS membantah seluruh keterangan saksi dan mempertanyakan keabsahan identitas Abdullah sebagai saksi.
Perjuangan Yaman untuk Keadilan
Yaman, sebagai pihak pelapor, terus menunggu keadilan dari proses hukum yang masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ia menegaskan bahwa perjuangannya ini bukan hanya soal tanah, tetapi juga tentang hak dan harga diri keluarganya. Yaman menyatakan, "Ini bukan hanya soal tanah. Ini soal hak dan harga diri keluarga kami. Saya ingin cucu-cucu saya tahu bahwa kami tidak tinggal diam."
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan lamanya proses hukum dalam menangani kasus dugaan pemalsuan akta. Proses yang memakan waktu 11 tahun ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas penegakan hukum di Indonesia dan perlunya reformasi untuk mempercepat dan mempermudah akses keadilan bagi masyarakat.
Poin-poin penting dalam kasus ini:
- Kasus dugaan pemalsuan akta tanah seluas dua hektare.
- Proses hukum yang berlangsung selama 11 tahun.
- Dugaan keterlibatan oknum polisi dan petugas pertanahan.
- Persidangan yang menghadirkan saksi dari pihak pelapor dan terdakwa.
- Perjuangan Yaman untuk mendapatkan keadilan bagi keluarganya.
Kasus ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi aparat penegak hukum untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam menangani kasus serupa di masa mendatang. Semoga keadilan segera ditegakkan dan Yaman mendapatkan haknya atas tanah warisan keluarganya.