13.000 Pecalang Bali Deklarasikan Penolakan Premanisme Berkedok Ormas
Lebih dari 13.000 pecalang di Bali menyatakan sikap menolak tegas kehadiran premanisme yang berkedok organisasi kemasyarakatan (ormas) dan meminta dukungan pemerintah.

Sekitar 13.000 pecalang se-Bali, secara serentak menyatakan penolakan terhadap keberadaan premanisme yang menunggangi organisasi kemasyarakatan (ormas) di Pulau Dewata. Deklarasi ini berlangsung di Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar, pada Sabtu, 17 Mei 2024. Aksi ini merupakan respons atas maraknya aksi premanisme yang meresahkan masyarakat Bali. Para pecalang, sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan dan adat istiadat Bali, merasa perlu menegaskan sikap mereka.
Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, menjelaskan bahwa deklarasi ini diinisiasi oleh Pasikian Pecalang Bali. Hal ini didorong oleh aksi-aksi penolakan sporadis yang dilakukan pecalang secara individu melalui video di media sosial. Pihaknya melihat pentingnya menyatukan sikap dan kekuatan dalam menghadapi ancaman premanisme berkedok ormas ini. "Akhir-akhir ini kan ada penolakan preman berkedok ormas, mereka (pecalang) kan sporadis, pribadi-pribadi memvideokan penolakan, jadi atas inisiatif Pasikian Pecalang Bali, mereka menyatukan sikap," jelas Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet.
Bali, menurut Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, tidak membutuhkan ormas yang hanya berkedok menjaga keamanan dan ketertiban. Pecalang, dengan sejarah panjangnya menjaga adat, budaya, dan kearifan lokal Bali, sudah cukup berperan sebagai garda terdepan. "Pecalang Bali sejak leluhur sudah menjaga Bali, nindihin gumi Bali, pecalang Bali menolak kriminalisme, premanisme dan sikap anarkis yang dilakukan preman berbaju ormas dan berkedok ormas,” tegasnya.
Tiga Poin Utama Deklarasi Pecalang Bali
Deklarasi tersebut mencakup tiga poin utama. Pertama, para pecalang menolak kehadiran ormas yang menggunakan kedok menjaga keamanan dan ketertiban, namun justru melakukan tindakan premanisme, kekerasan, dan intimidasi. Tindakan-tindakan tersebut menimbulkan keresahan dan ketegangan di tengah masyarakat Bali. Kedua, para pecalang menyatakan dukungan penuh terhadap TNI dan Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Bali. Ketiga, mereka sepakat untuk menindak tegas ormas yang melakukan tindakan premanisme dan kriminalisasi yang meresahkan masyarakat.
Penyarikan Utama Pasikian Pecalang Bali, Ngurah Pradnyana, menambahkan bahwa deklarasi ini disiapkan dalam waktu singkat, hanya tiga hari. Hal ini menunjukkan antusiasme dan kesigapan para pecalang dalam merespons fenomena kehadiran ormas yang meresahkan. "Mereka sangat antusias, semangat sekali karena apa yang menjadi aspirasi mereka di bawah, yang disampaikan di media-media sosial kita tampung aspirasinya, kita ajak di sini menyampaikan sikap," ujar Ngurah Pradnyana.
Deklarasi ini juga menjadi wadah bagi para pecalang untuk menyampaikan aspirasi mereka, termasuk harapan akan adanya apresiasi dari pemerintah Provinsi Bali berupa insentif. Hal ini mengingat peran penting pecalang tidak hanya dalam menjaga desa adat, tetapi juga turut serta mengamankan berbagai kegiatan nasional dan internasional di Bali. MDA Bali menyambut baik aspirasi ini dan menilai bahwa kesejahteraan pecalang perlu diperhatikan.
Lebih dari 13.000 pecalang dari 1.500 desa adat se-Bali hadir dalam deklarasi ini, menunjukkan kekuatan dan kesatuan sikap dalam menjaga keamanan dan kearifan lokal Bali. Deklarasi ini menjadi bukti nyata komitmen para pecalang dalam melindungi Bali dari ancaman premanisme yang berkedok ormas.
Kehadiran ribuan pecalang dalam deklarasi ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman premanisme berkedok ormas di Bali. Mereka berharap pemerintah dapat memberikan dukungan dan perhatian yang lebih terhadap kesejahteraan dan peran penting pecalang dalam menjaga keamanan dan keharmonisan di Bali.