16 Aduan Etik Penyelenggara Pemilu NTB Diperiksa DKPP
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menerima 16 aduan dugaan pelanggaran etik penyelenggara Pemilu 2024 di Nusa Tenggara Barat (NTB), yang kini tengah ditelaah dan diperiksa.
![16 Aduan Etik Penyelenggara Pemilu NTB Diperiksa DKPP](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/08/210042.464-16-aduan-etik-penyelenggara-pemilu-ntb-diperiksa-dkpp-1.jpg)
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia tengah menangani 16 aduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara Pemilu di Nusa Tenggara Barat (NTB) selama Pemilu 2024. Aduan ini meliputi periode Pemilu anggota legislatif dan Pilkada serentak. Informasi ini disampaikan langsung oleh anggota DKPP RI, Muhammad Tio Aliansyah, dalam acara Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media di Mataram, Sabtu (2/8).
Rincian Aduan dan Proses Penanganan
Dari total 790 aduan dugaan pelanggaran etik yang diterima DKPP secara nasional, 16 aduan berasal dari NTB. Rinciannya, empat aduan dari Lombok Tengah, empat dari Lombok Timur, tiga dari Lombok Utara, tiga dari Dompu, serta masing-masing satu aduan dari Lombok Barat dan Sumbawa. Terdapat pula dua aduan yang masuk pada tahun 2025, satu dari Kabupaten Bima dan satu dari Kota Bima.
Penting untuk dicatat bahwa tidak semua aduan akan berlanjut ke tahap pemeriksaan dan persidangan. Tio menjelaskan, setiap aduan akan melalui verifikasi administrasi dan materiel. Jika tidak memenuhi syarat, aduan akan dikembalikan kepada pengadu. DKPP beroperasi secara pasif, menerima aduan dari masyarakat tanpa aktif mencari atau mengomentari dugaan pelanggaran.
"Seluruh aduan yang masuk itu belum tentu masuk pemeriksaan dan persidangan karena ada tahapan-tahapan di DKPP," terang Tio. "Jadi, tugas kami menerima aduan, melakukan pemeriksaan, dan penyelidikan berdasarkan aduan," jelasnya.
Kode Etik dan Kewenangan Bawaslu
Ketua KPU Provinsi NTB, Muhammad Khuwailid, menjelaskan dua objek etik yang dapat dilaporkan: by omission (kegagalan melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan) dan by commission (melakukan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan). Ia juga menyinggung Pasal 135 A UU Pemilu, yang memberikan kewenangan kepada Bawaslu untuk memutus pelanggaran administrasi yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
Sebagai contoh, Khuwailid menyebutkan imbauan Bawaslu terkait pemutakhiran data pemilih sebagai langkah pencegahan yang perlu ditindaklanjuti oleh penyelenggara pemilu (KPU).
Kinerja Bawaslu NTB dan Indeks Keterbukaan
Ketua Bawaslu Provinsi NTB, Itratip, menekankan komitmen lembaganya terhadap kepatuhan etik. Ia menyebutkan bahwa NTB masuk tujuh besar dari 38 provinsi di Indonesia dalam indeks etik penyelenggara pemilu tahun 2024. Prestasi ini, menurutnya, merupakan hasil kerja keras pengawasan pemilu yang melibatkan media massa selama tahapan pileg, pilpres, dan pilkada serentak 2024.
Lebih lanjut, Itratip memaparkan indeks keterbukaan informasi Bawaslu NTB mencapai 87,73 persen berdasarkan data DKPP, dan 80 persen berdasarkan survei persepsi tahun 2024. Hal ini menunjukkan komitmen Bawaslu dalam memberikan informasi perkembangan kepada publik, terutama melalui media massa.
Kesimpulan
DKPP tengah menangani 16 aduan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu di NTB. Proses penyelidikan dan pemeriksaan akan dilakukan sesuai prosedur, dengan verifikasi administrasi dan materiel sebagai tahapan awal. Sementara itu, Bawaslu NTB menunjukkan kinerja yang baik dalam hal kepatuhan etik dan keterbukaan informasi.