Heddy Lugito Imbau KPU-Bawaslu Ganti Penyelenggara Pemilu yang Dilanggar Etik
Ketua DKPP Heddy Lugito meminta KPU dan Bawaslu segera mengganti penyelenggara pemilu yang diberhentikan karena melanggar kode etik, demi mencegah pelanggaran serupa dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Heddy Lugito, mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk segera mengganti seluruh penyelenggara pemilu yang telah diberhentikan karena terbukti melanggar kode etik. Imbauan penting ini disampaikan Heddy dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/3).
Langkah cepat ini dinilai krusial untuk memastikan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 berjalan lancar dan bersih dari pelanggaran etik. Heddy menekankan pentingnya eksekusi putusan DKPP agar PSU tidak ternodai oleh perilaku penyelenggara yang tidak profesional. "Semua penyelenggara pemilu yang telah diberhentikan DKPP, baik jajaran KPU maupun Bawaslu, segera dieksekusi sehingga PSU tidak menyisakan pelanggaran-pelanggaran etik di tingkat kabupaten/kota dan provinsi," tegas Heddy.
Pernyataan Heddy ini menanggapi sejumlah kasus pelanggaran kode etik yang telah ditangani DKPP. Beberapa contoh kasus yang melibatkan penyelenggara pemilu yang diberhentikan meliputi KPU Kota Palopo (tiga orang diberhentikan dalam perkara nomor: 287-PKE-DKPP/XI/2024) dan KPU Kota Banjarbaru (tiga orang diberhentikan dalam perkara nomor: 25-PKE-DKPP/I/2025). Hal ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap integritas penyelenggara pemilu.
Penyelenggara Ad Hoc Juga Diimbau Tidak Dilibatkan Kembali
Tidak hanya penyelenggara pemilu di tingkat KPU dan Bawaslu, Heddy juga meminta agar penyelenggara pemilu tingkat ad hoc yang telah terbukti melanggar kode etik dan diberhentikan DKPP tidak dilibatkan kembali dalam proses PSU. Menurutnya, melibatkan kembali individu yang terbukti bermasalah akan berisiko tinggi terhadap terulangnya pelanggaran etik. "Ada PSU yang hanya dilakukan di beberapa TPS saja, ternyata itu KPPS-nya bermasalah dan terbukti sehingga kita berhentikan," ujar Heddy menjelaskan pentingnya menjaga integritas proses pemilu.
Heddy menekankan pentingnya memperhatikan rekam jejak penyelenggara pemilu. Dengan demikian, proses pemilu dapat berjalan dengan lebih adil dan transparan. Penggantian penyelenggara yang terbukti melanggar kode etik merupakan langkah penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Langkah ini juga diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa mendatang. Dengan demikian, integritas dan kredibilitas penyelenggara pemilu dapat dipertahankan.
DKPP Tangani Banyak Kasus Pelanggaran Etik
Dalam RDP tersebut, Heddy juga menyampaikan data penanganan kasus pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu oleh DKPP. Sepanjang tahun 2025, DKPP telah memutus 49 perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Rinciannya, 31 perkara diregistrasi pada tahun 2024 dan 18 lainnya diregistrasi pada tahun 2025. Jumlah ini menunjukkan tingginya angka pelanggaran etik yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu.
Saat ini, DKPP masih menangani 81 perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang masih dalam proses administrasi dan pengumpulan bukti. Menariknya, Heddy mencatat bahwa sebagian besar perkara ini dilaporkan ke DKPP setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi. Hal ini menunjukkan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap proses dan mekanisme pengawasan pemilu.
RDP tersebut turut dihadiri oleh Anggota DKPP J. Kristiadi dan Sekretaris DKPP David Yama. Kehadiran mereka semakin menggarisbawahi keseriusan DKPP dalam menangani pelanggaran etik penyelenggara pemilu dan memastikan terselenggaranya pemilu yang bersih dan demokratis.
Perlu adanya peningkatan pengawasan dan penegakan kode etik untuk mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa depan. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilu sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.