22 Regulasi Hambat Pengembangan Koperasi di Indonesia, Butuh Revisi UU
Menteri Koperasi Budi Arie mengungkapkan 22 regulasi menghambat pengembangan koperasi di Indonesia, mendorong revisi UU Perkoperasian yang sudah usang dan meningkatkan peran koperasi dalam perekonomian nasional.
![22 Regulasi Hambat Pengembangan Koperasi di Indonesia, Butuh Revisi UU](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/12/140501.071-22-regulasi-hambat-pengembangan-koperasi-di-indonesia-butuh-revisi-uu-1.jpeg)
Jakarta, 12 Februari 2024 - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Budi Arie Setiadi, mengungkapkan adanya 22 regulasi yang menghambat pertumbuhan koperasi di Indonesia. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta. Pernyataan ini langsung menyoroti permasalahan mendasar yang menghambat sektor ekonomi penting ini dan menjadi sorotan utama bagi pemerintah.
Kendala Regulasi dan Revisi UU Perkoperasian
Meskipun Menkop UKM tidak merinci ke-22 regulasi tersebut, ia menekankan perlunya revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Undang-undang ini dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman dan telah berlaku selama tujuh periode kepresidenan. Budi Arie menyatakan, "Sedang kami usahakan untuk direvisi, karena ini Undang-Undang Koperasi sudah tujuh Presiden... sudah tujuh Presiden, undang-undang belum pernah mengalami revisi. Sehingga banyak aspek regulasi yang juga kita harus bereskan."
Revisi UU ini menjadi langkah krusial untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi koperasi. Selain regulasi yang usang, beberapa isu lain juga menjadi perhatian, termasuk rendahnya kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yang hanya mencapai 1,07 persen. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi belum menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia seperti yang diharapkan.
Tantangan dan Peluang Koperasi Indonesia
Selain regulasi, Menkop UKM juga menyoroti beberapa tantangan lain yang dihadapi koperasi. Kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang rendah, kurangnya inovasi digital, terbatasnya akses pendanaan, dan rendahnya aset koperasi menjadi hambatan utama. Namun, Budi Arie juga optimistis dengan sejumlah peluang yang dapat mendorong kemajuan koperasi.
Salah satu peluang terbesar adalah orientasi koperasi pada kesejahteraan anggotanya. Model koperasi yang sukses di berbagai negara dapat diadopsi dan dikembangkan di Indonesia. Bonus demografi juga menjadi potensi besar dengan peningkatan jumlah generasi muda yang terampil. Pemanfaatan teknologi dan potensi sumber daya alam Indonesia, khususnya di sektor agro-maritim, juga dapat meningkatkan produktivitas dan inovasi.
Dukungan Pemerintah dan Target Pengesahan RUU
Pemerintah juga memberikan dukungan afirmatif terhadap pengembangan koperasi melalui kebijakan seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang penyaluran pupuk bersubsidi. Koperasi diberikan kesempatan untuk berperan aktif dalam program ini. Kementerian Koperasi juga berupaya untuk melakukan pembinaan secara terpusat.
Terkait revisi UU Perkoperasian, Deputi Bidang Kelembagaan dan Digitalisasi Koperasi Kemenkop, Henra Saragih, menargetkan RUU tersebut dapat disahkan pada Maret 2025. RUU ini telah masuk dalam agenda rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan telah mendapatkan persetujuan dari anggota DPR RI untuk segera dituntaskan pembahasannya.
Kesimpulan
Permasalahan yang dihadapi koperasi di Indonesia kompleks dan membutuhkan solusi terintegrasi. Revisi UU Perkoperasian menjadi langkah penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan koperasi. Selain itu, peningkatan kompetensi SDM, inovasi digital, akses pendanaan, dan dukungan pemerintah juga sangat krusial untuk meningkatkan peran koperasi dalam perekonomian nasional dan mewujudkan kesejahteraan anggotanya. Dengan mengatasi hambatan dan memanfaatkan peluang yang ada, koperasi dapat berkontribusi lebih besar bagi pembangunan Indonesia.