56 Juta Pelaku UMKM Mikro Butuh Pembinaan Berkelanjutan, Kata Menteri
Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, menekankan pentingnya pembinaan berkelanjutan bagi 56 juta pelaku usaha mikro di Indonesia, terutama terkait pelanggaran administratif seperti label kedaluwarsa, dengan mengedepankan pendekatan restoratif.

Banjarbaru, 14 Mei 2024 - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menyoroti perlunya pembinaan berkelanjutan bagi 56 juta pelaku usaha mikro di Indonesia. Hal ini disampaikan langsung oleh beliau dalam persidangan perkara Mama Khas Banjar di Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap kasus hukum yang melibatkan pemilik Toko Mama Khas Banjar, Firly Nurachim, terkait pelanggaran label kedaluwarsa pada produk pangan.
Menurut Menteri Maman, pembinaan yang berkelanjutan sangat krusial bagi keberlangsungan usaha mikro. Usaha mikro merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, dan pemerintah berkomitmen untuk mendukung keberlanjutan usaha mereka. Pembinaan ini mencakup berbagai aspek, termasuk pemahaman dan penerapan aturan yang tepat, seperti aturan mengenai label kedaluwarsa pada produk pangan.
Maman menekankan pentingnya pendekatan yang lebih humanis dan restorative dalam menangani pelanggaran administratif. "Pembinaan ini menjadi komitmen pemerintah hadir bagi pelaku UMKM, terkhusus usaha mikro yang menjadi mayoritas penopang ekonomi masyarakat," tegasnya. Beliau menjelaskan bahwa sanksi pidana bukanlah langkah pertama yang harus diambil. Sebaliknya, pembinaan dan edukasi harus diprioritaskan untuk membantu pelaku usaha mikro memahami dan mematuhi peraturan yang berlaku.
Pentingnya Pembinaan, Bukan Sanksi Pidana
Dalam persidangan, Menteri Maman menjelaskan bahwa untuk pelanggaran terkait label kedaluwarsa, sanksi administratif seperti penarikan barang dari peredaran atau pencabutan izin penjualan dapat dipertimbangkan terlebih dahulu. Sanksi pidana, menurutnya, hanya sebagai langkah terakhir. "Sanksi awal yang bisa diterapkan administratif misal penarikan barang dari peredaran atau pencabutan izin penjualan, pidana menjadi langkah terakhir," jelasnya. Hal ini terutama berlaku untuk produk pangan dengan risiko rendah.
Lebih lanjut, Maman juga menyatakan bahwa untuk produk pangan berisiko rendah, penerapan sanksi pidana sebaiknya dikecualikan. Pendekatan restoratif dan pembinaan lebih diutamakan untuk membantu pelaku usaha mikro memperbaiki kesalahannya. "Kami menghormati kewenangan aparat penegak hukum dalam perkara ini, namun penggunaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen perlu dipertimbangkan kembali," ucapnya.
Sikap emosional Maman terlihat jelas saat beliau menyatakan tanggung jawabnya atas perkara Mama Khas Banjar. Dengan meneteskan air mata, beliau menegaskan bahwa pembinaan UMKM, termasuk soal label kedaluwarsa, merupakan tanggung jawabnya. Kehadirannya di persidangan sebagai amicus curiae bertujuan untuk memberikan masukan kepada majelis hakim agar mempertimbangkan aspek pembinaan dalam pengambilan keputusan.
Peran Amicus Curiae dan Harapan ke Depan
Sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan, Maman memberikan perspektif dan informasi tambahan kepada majelis hakim. Peran ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendukung pelaku UMKM dan mencari solusi yang adil dan berkelanjutan. Kehadirannya bukan untuk mengintervensi proses hukum, melainkan untuk memberikan konteks yang lebih luas terkait pentingnya pembinaan bagi pelaku usaha mikro.
Kasus Mama Khas Banjar menjadi contoh penting tentang perlunya keseimbangan antara penegakan hukum dan pembinaan. Pemerintah diharapkan dapat terus meningkatkan program pembinaan UMKM agar pelaku usaha mikro lebih memahami dan mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan demikian, usaha mikro dapat terus berkembang dan berkontribusi pada perekonomian nasional tanpa terbebani oleh sanksi-sanksi yang berlebihan.
Dengan adanya 56 juta pelaku usaha mikro yang membutuhkan pembinaan, pemerintah perlu meningkatkan strategi dan sumber daya untuk memastikan program pembinaan ini efektif dan menjangkau seluruh pelaku usaha mikro di Indonesia. Pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan sangat penting untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Ke depan, diharapkan akan ada lebih banyak kerjasama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan pelaku UMKM untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua pihak. Fokus pada pembinaan dan edukasi akan lebih efektif dalam menciptakan kepatuhan dan mencegah pelanggaran di masa mendatang.