632 Kasus Perundungan dan Pungli Terungkap di Program Pendidikan Dokter Spesialis
Menteri Kesehatan ungkap 632 kasus perundungan dan pungli di program PPDS, melibatkan berbagai rumah sakit dan institusi pendidikan di Indonesia, dengan kerugian mencapai miliaran rupiah.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin baru-baru ini mengungkapkan temuan mengejutkan terkait praktik perundungan dan pungutan liar (pungli) dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Indonesia. Sebanyak 632 kasus telah terungkap dari 2.668 pengaduan yang diverifikasi, berasal dari berbagai rumah sakit dan institusi pendidikan di seluruh Indonesia. Temuan ini diungkap dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pada Rabu lalu dan dihimpun melalui jalur pengaduan resmi serta audit internal Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan sejak Juni 2023.
Kasus-kasus tersebut melibatkan berbagai bentuk perundungan, mulai dari perundungan fisik seperti hukuman push-up, memakan cabai, berdiri berjam-jam, hingga meminum telur mentah. Yang lebih memprihatinkan, tindakan-tindakan tersebut seringkali didokumentasikan dan disebarluaskan di grup WhatsApp antar peserta didik. Menkes Budi menambahkan, "Juga bentuk perundungan yang paling umum adalah verbal di grup komunikasi atau disebut Jarkom, ya WA grup, seperti penggunaan bahasa yang sangat-sangat kasar yang dilakukan senior kepada junior."
Selain perundungan, temuan ini juga mengungkap indikasi kuat praktik pungli yang sistematis dengan nilai mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Salah satu kasus yang menonjol melibatkan seorang peserta PPDS Anestesi di Semarang, almarhumah R., yang selama tiga bulan menjabat sebagai bendahara dan mengelola dana hingga Rp1,6 miliar. Menurut data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dana tersebut mengalir ke berbagai oknum. Praktik pungli juga meliputi pembiayaan non-resmi seperti pemesanan hotel, tiket perjalanan, hingga permintaan layanan pribadi dari senior atau konsulen.
Rumah Sakit yang Terlibat
Temuan ini tersebar luas, tidak hanya di rumah sakit Kementerian Kesehatan, tetapi juga rumah sakit umum daerah (RSUD), rumah sakit pendidikan milik universitas, dan beberapa rumah sakit swasta. Rumah sakit Kementerian Kesehatan dengan pengaduan terbanyak meliputi RSUP Prof. Kandou, RSUP Hasan Sadikin, RSUP Dr. Sardjito, RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, dan RSUP Moh. Hoesin Palembang. Sementara itu, RSUD Zainal Abidin Banda Aceh, RSUD Surakarta, dan RSUD Dr. Soetomo Surabaya termasuk RSUD dengan aduan terbanyak.
Rumah sakit universitas yang juga turut dilaporkan meliputi RS Universitas Diponegoro Semarang, RS Universitas Kristen Indonesia, RSGM Universitas Airlangga, RS Universitas Indonesia Depok, dan RS Universitas Sriwijaya Palembang. Menkes Budi menekankan bahwa data ini dipublikasikan karena rapat tersebut terbuka untuk umum.
Langkah Pemerintah
Pemerintah berkomitmen untuk mengatasi masalah ini. Kementerian Kesehatan telah membentuk Majelis Disiplin Profesi sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan untuk menangani pelanggaran disiplin profesi tenaga medis. Langkah ini diambil untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat dan profesional. "Kami ingin menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat dan profesional. Setiap bentuk perundungan dan pungutan liar tidak bisa ditoleransi," tegas Menkes Budi.
Selain itu, pemerintah akan terus membuka ruang pengaduan dan mendorong proses evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan kedokteran dan institusi yang menaunginya. Langkah-langkah ini diharapkan dapat mencegah terulangnya kasus serupa dan melindungi peserta didik PPDS dari praktik-praktik tidak profesional.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan reformasi dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia. Perlu adanya mekanisme yang lebih efektif untuk mencegah perundungan dan pungli, serta melindungi hak-hak peserta didik. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana juga menjadi hal krusial yang perlu diperhatikan untuk mencegah praktik-praktik koruptif.