Alissa Wahid: Perempuan, Pilar Penting dalam Penanggulangan Terorisme di Indonesia
Alissa Wahid mendorong peran aktif perempuan dalam melawan terorisme, mengingat kerentanan mereka terhadap radikalisasi dan pentingnya pemberdayaan untuk mencegahnya.

Jakarta, 22 April 2024 - Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, menyerukan partisipasi aktif perempuan dalam memerangi terorisme di Indonesia. Pernyataan ini muncul di tengah fakta yang memprihatinkan: perempuan sering menjadi sasaran utama radikalisasi dan terlibat dalam berbagai aksi terorisme di Tanah Air. Bom Surabaya, bom Makassar, hingga penyerangan Mabes Polri, menjadi bukti nyata keterlibatan perempuan dalam aksi-aksi tersebut.
Alissa Wahid menekankan perlunya strategi yang komprehensif untuk melibatkan perempuan dalam penanggulangan terorisme. Hal ini mencakup pemahaman ideologi yang lebih moderat dan penguatan nasionalisme. Namun, ia juga mengakui tantangan besar yang dihadapi perempuan dalam meningkatkan partisipasi di ruang publik, khususnya dalam konteks penanggulangan terorisme.
Tantangan tersebut, menurut Alissa, berakar pada dua faktor utama. Pertama, peran perempuan sebagai ibu rumah tangga dengan ikatan emosional yang kuat membuat mereka rentan terhadap eksploitasi oleh ideologi ekstrem yang menekankan loyalitas dan militansi. "Ketika perempuan sudah yakin dengan ideologi ini, mereka bisa lebih militan dibandingkan laki-laki," tegas Alissa Wahid.
Peran Perempuan dalam Pencegahan Terorisme
Alissa Wahid menjelaskan bahwa budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia juga menjadi penghambat. Anggapan bahwa perempuan kurang rasional dan mudah dimanipulasi membuat mereka lebih rentan terhadap propaganda radikal. Namun, Alissa meyakini bahwa dengan ruang yang lebih luas untuk berkembang, memimpin, dan mengambil keputusan, perempuan dapat menjadi pribadi yang rasional dan berkontribusi positif bagi keluarga dan masyarakat.
Ia menyarankan agar sisi loyalitas dan naluri mengasuh perempuan diarahkan pada hal-hal positif, seperti mencintai Pancasila, bela negara, dan wawasan kebangsaan. Dengan demikian, nilai-nilai tersebut dapat diinternalisasi dan menjadi benteng melawan paham radikal. Bahkan, Alissa optimistis perempuan dapat memainkan peran penting dalam mencegah penyebaran ideologi transnasional yang mengancam kedaulatan negara.
Untuk mencapai hal ini, Alissa Wahid menyerukan perlunya menghidupkan kembali semangat Kartini. Perempuan harus berdaya, terus mengasah kemampuan, dan beradaptasi dengan kemajuan zaman. Penting juga untuk meningkatkan imunitas perempuan terhadap penyebaran paham radikal terorisme.
Mengatasi Hambatan Internal dan Dukungan Pemerintah
Alissa Wahid mengakui bahwa hambatan bagi perempuan untuk berkembang juga berasal dari internal. Tradisi yang menempatkan perempuan hanya di rumah tangga dan menganggap laki-laki lebih unggul dalam kepemimpinan masih menjadi kendala. "Akibatnya, keterampilan perempuan tidak terasah, sehingga mereka kesulitan untuk berkompetisi. Tantangannya adalah kesiapan mental dan psikis perempuan itu sendiri," ujarnya.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk memberikan dukungan nyata bagi perempuan. Hal ini mencakup peningkatan akses pendidikan, terutama bagi perempuan di daerah pedesaan, dan keterlibatan perempuan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) di berbagai tingkatan pemerintahan. Pemerintah juga harus mendorong perempuan untuk lebih percaya diri dan terlibat aktif di ruang publik.
Dengan demikian, peran perempuan dalam penanggulangan terorisme tidak hanya sebagai korban, tetapi juga sebagai agen perubahan yang aktif dan efektif. Pemberdayaan perempuan menjadi kunci penting dalam menciptakan Indonesia yang aman dan damai dari ancaman terorisme.
Pemerintah perlu menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam penanggulangan terorisme. Hal ini akan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan tangguh dalam menghadapi ancaman-ancaman tersebut.