Setengah Populasi Indonesia Perempuan: Mengapa Agenda WPS Penting?
Yayasan Vanita Naraya tekankan pentingnya agenda Women, Peace, and Security (WPS) di Indonesia, mengingat setengah populasi Indonesia adalah perempuan dan peran krusial mereka dalam pertahanan dan keamanan negara.

Jakarta, 26 Februari 2024 - Yayasan Vanita Naraya menyoroti pentingnya agenda Women, Peace, and Security (WPS) di Indonesia. Alasannya sederhana namun krusial: setengah dari populasi Indonesia adalah perempuan. Hal ini menjadikan peran perempuan sebagai aktor kunci dalam keamanan dan pertahanan negara tidak bisa lagi diabaikan.
Ketua Yayasan Vanita Naraya, Diah Pitaloka, dalam Forum Diskusi Grup (FGD) bertajuk 'Women, Peace, and Security' di Jakarta, Selasa (25/2), menjelaskan bahwa WPS menawarkan perspektif baru. Perempuan tidak lagi hanya dipandang sebagai pihak yang lemah dan rentan, tetapi sebagai aktor aktif yang berperan sentral dalam berbagai sektor terkait ketahanan dan pertahanan negara.
Pernyataan Diah Pitaloka menekankan perlunya perubahan paradigma. Selama ini, pendekatan keamanan tradisional seringkali hanya berfokus pada kekuatan militer dan stabilitas politik. Namun, keamanan yang sesungguhnya mencakup kesejahteraan, akses pendidikan, layanan kesehatan, dan keadilan sosial. Dengan demikian, cakupan WPS pun sangat luas, meliputi berbagai isu mulai dari strategi pertahanan hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Memahami Cakupan Luas Agenda WPS
Diah Pitaloka menjelaskan bahwa pemetaan WPS sangat luas. Ia mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk keamanan siber, hingga permasalahan anak yang kecanduan game online dan menjadi korban terorisme. "Ini kan kemudian terpotret bagaimana perempuan di ruang-ruang pertahanan negara," ujarnya.
Dengan semakin luasnya definisi keamanan nasional, sudah saatnya perempuan diakui sebagai bagian penting dalam upaya perlindungan dan stabilitas negara. WPS tidak hanya melihat perempuan sebagai korban konflik atau krisis, tetapi juga sebagai aktor aktif dalam pertahanan negara, baik dalam perencanaan maupun aksi nyata.
Pentingnya keterlibatan perempuan dalam berbagai aspek keamanan nasional semakin ditekankan oleh Diah Pitaloka. Ia mendorong agar pendekatan WPS diintegrasikan ke dalam kebijakan nasional. Perempuan bukan hanya sekadar korban, tetapi juga agen perubahan yang berkontribusi signifikan bagi keamanan dan perdamaian.
WPS: Dari Internasional hingga Nasional
Agenda WPS di tingkat internasional diinisiasi pada tahun 2000 melalui Resolusi 1325 PBB. Resolusi ini mengakui peran penting perempuan dalam perdamaian dan resolusi konflik. Di Indonesia, komitmen terhadap agenda WPS diwujudkan melalui penyusunan rencana aksi. Hal ini tertuang dalam Permenko PMK Nomor 5/2021 tentang Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS) 2020-2025.
Peraturan tersebut merupakan langkah nyata pemerintah Indonesia dalam mengintegrasikan prinsip-prinsip WPS ke dalam kebijakan nasional. Hal ini menunjukkan komitmen untuk melindungi dan memberdayakan perempuan serta anak-anak dalam konteks konflik sosial. Dengan demikian, Indonesia menunjukkan komitmen global dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan yang inklusif.
Dengan melibatkan perempuan secara aktif dalam berbagai aspek keamanan dan pertahanan, Indonesia dapat membangun sistem keamanan yang lebih efektif dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan upaya global untuk menciptakan perdamaian dan keamanan yang berkelanjutan bagi semua.
Kesimpulannya, agenda WPS bukan hanya sekadar isu gender, tetapi juga kunci untuk membangun keamanan nasional yang komprehensif dan berkelanjutan di Indonesia. Peran perempuan sebagai aktor kunci dalam berbagai aspek kehidupan harus diakui dan dilibatkan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan.