Alokasi DBHCHT Lombok Tengah 2025 Sesuai PMK 72/2024, Buruh Tani Tembakau Desak Regulasi Daerah!
Alokasi DBHCHT Lombok Tengah 2025 sesuai PMK 72/2024, buruh tani tembakau mendesak Pemda membuat regulasi yang berpihak pada petani tembakau.

Pengalokasian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2025 di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2024. Namun, implementasi alokasi ini menuai desakan dari buruh tani tembakau yang menginginkan adanya regulasi daerah yang lebih berpihak pada kepentingan mereka.
Kepala Bidang Perekonomian, Sumber Daya Alam (SDA), Infrastruktur, dan Kewilayahan Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Lombok Tengah, Dalilah, menjelaskan bahwa regulasi alokasi DBHCHT di Lombok Tengah sudah sesuai dengan PMK yang berlaku. Menurutnya, aturan tersebut tidak mensyaratkan penyusunan peraturan bupati dalam penggunaan DBHCHT. "Regulasi alokasi DBHCHT Lombok Tengah sesuai PMK, karena dalam aturan itu tidak mensyaratkan untuk menyusun peraturan bupati dalam penggunaan DBHCHT," kata Dalilah saat menerima aksi hearing buruh tembakau di Lombok Tengah, Senin.
Meskipun demikian, sejumlah warga yang berprofesi sebagai buruh tani tembakau di Lombok Tengah tetap mendesak pemerintah daerah untuk membuat regulasi berupa peraturan bupati atau peraturan daerah. Regulasi ini diharapkan menjadi payung hukum dalam penggunaan DBHCHT yang lebih memprioritaskan kepentingan para petani tembakau. Desakan ini muncul karena para buruh tani merasa bahwa pemanfaatan DBHCHT selama ini belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan mereka.
Alokasi DBHCHT Sesuai Regulasi
Dalilah menjelaskan bahwa proporsi alokasi DBHCHT telah diatur sesuai dengan regulasi yang berlaku. Alokasi tersebut meliputi 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat, 10 persen untuk penegakan hukum, dan 40 persen untuk bidang kesehatan. Namun, dalam implementasinya, terdapat sedikit perbedaan dalam alokasi di Lombok Tengah.
Alokasi DBHCHT di Lombok Tengah mencakup 1,2 persen untuk penegakan hukum, 20 persen untuk pertanian, 0,88 persen untuk Dinas Sosial, 7 persen untuk Disprindag, 2,9 persen untuk Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan 49 persen untuk bidang kesehatan. Dalilah mengakui bahwa alokasi untuk bidang kesehatan melebihi proporsi yang ditetapkan dalam regulasi, yaitu 40 persen.
Meskipun demikian, Dalilah menyatakan bahwa pihaknya mendukung usulan pembentukan peraturan daerah atau peraturan bupati sebagai turunan dari PMK dalam penggunaan DBHCHT. Ia berharap dengan adanya regulasi yang lebih spesifik, dana yang dialokasikan dapat dirasakan manfaatnya secara lebih optimal oleh masyarakat, khususnya para petani tembakau.
Desakan Regulasi untuk Proteksi Petani Tembakau
Perwakilan buruh tani tembakau Lombok Tengah, Hamzanwadi, mengungkapkan bahwa jumlah DBHCHT yang diperoleh Lombok Tengah setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2024, Lombok Tengah menerima DBHCHT sebesar Rp71 miliar, dan pada tahun 2025, jumlah tersebut meningkat menjadi Rp94 miliar. Namun, Hamzanwadi menilai bahwa pemanfaatan DBHCHT tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan para petani tembakau.
Oleh karena itu, Hamzanwadi mendesak pemerintah daerah untuk membuat regulasi yang dapat memproteksi petani tembakau dari praktik-praktik yang merugikan. Ia menyoroti adanya oknum yang mengaku sebagai pengusaha tembakau yang memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi. Hamzanwadi menekankan pentingnya perda atau perbup sebagai payung hukum turunan PMK agar pemanfaatan DBHCHT lebih terarah dan tepat sasaran.
"Pemerintah harus segera membuat perda atau perbup," tegas Hamzanwadi. Selain itu, ia juga mendesak pemerintah daerah untuk memiliki data base yang akurat mengenai luas lahan dan jumlah produksi tembakau setiap tahun. Data ini akan menjadi dasar dalam penyusunan program dan alokasi anggaran yang lebih efektif.
Hamzanwadi menambahkan bahwa pembagian DBHCHT kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus disesuaikan dengan kebutuhan riil petani dan buruh tani di Lombok Tengah. Ia berharap dengan adanya regulasi yang jelas dan data yang akurat, pemanfaatan DBHCHT dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi kesejahteraan petani tembakau di Lombok Tengah.
Dengan adanya alokasi DBHCHT yang signifikan, diharapkan pemerintah daerah Lombok Tengah dapat segera merespons desakan para buruh tani tembakau dengan menyusun regulasi yang berpihak pada kepentingan mereka. Regulasi ini akan menjadi landasan dalam pemanfaatan DBHCHT yang lebih efektif dan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan petani tembakau di Lombok Tengah.