Ancaman Tanah Bergerak di Manggarai Timur: 8 Rumah Terancam, Relokasi Direkomendasikan
Hasil kajian BPBD Manggarai Timur menunjukkan potensi tanah bergerak di Dusun Nenu mengancam 8 rumah warga, dan merekomendasikan relokasi serta langkah mitigasi untuk mencegah bencana serupa.

Ancaman Tanah Bergerak di Manggarai Timur
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) baru-baru ini menyampaikan hasil kajian terkait tanah bergerak di Dusun Nenu, Desa Paan Leleng. Kajian yang dilakukan oleh Balai Pemantauan Gunung Api dan Mitigasi Bencana Geologi (BGP MBG) menunjukkan potensi kerusakan pada delapan rumah warga akibat pergerakan tanah tersebut. Petrus Subin, Kepala BPBD Manggarai Timur, menyampaikan informasi ini kepada awak media di Labuan Bajo.
Tim BGP MBG melakukan peninjauan lapangan pada 10 Januari 2025. Mereka menggunakan peralatan canggih untuk meneliti kondisi tanah dan struktur geologi di lokasi. Fokus utama kajian adalah mengidentifikasi potensi bahaya tanah bergerak, khususnya selama musim hujan yang meningkatkan risiko longsor.
Selain observasi di titik rawan longsor, tim juga memberikan edukasi kepada warga setempat tentang pentingnya kewaspadaan terhadap bencana alam. Kesimpulan kajian yang disampaikan pada 15 Januari 2025 menyatakan bahwa potensi tanah bergerak masih ada, dan rumah-rumah di area tersebut berisiko mengalami deformasi atau kerusakan.
Beberapa faktor yang memicu pergerakan tanah teridentifikasi. Curah hujan yang sangat tinggi mempercepat proses, terutama karena kondisi tanah yang sudah terendam air. Struktur geologi yang terdiri dari batuan vulkanik tua yang terdegradasi, ditambah kemiringan lapisan batuan searah lereng, meningkatkan kerentanan terhadap longsor.
Selain itu, kelerengan yang terjal, kedalaman muka air tanah yang dangkal, serta sistem drainase yang buruk memperparah situasi. Perubahan tata guna lahan, khususnya alih fungsi lahan menjadi persawahan dan perkebunan jagung, juga ikut andil dalam mengurangi kestabilan tanah.
BGP MBG memprediksi potensi perluasan tanah bergerak jika terjadi hujan lebat atau gempa bumi. Oleh karena itu, mereka merekomendasikan relokasi bagi delapan kepala keluarga (40 jiwa) di Desa Paan Leleng yang rumahnya terancam. Rekomendasi lain meliputi perbaikan drainase, penguatan lereng dengan penanaman pohon berakar kuat (jati, sengon, mahoni), perubahan konstruksi rumah menjadi rumah panggung, penghentian pembangunan pemukiman baru, dan pengisian rekahan tanah di sekitar area longsor.
Sebagai langkah mitigasi, warga diminta meningkatkan kualitas drainase, menghindari pembukaan lahan berlebihan, dan membangun rumah yang tahan terhadap pergerakan tanah. Edukasi kepada masyarakat juga dinilai sangat penting untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana.
Kesimpulannya, bencana tanah bergerak di Manggarai Timur membutuhkan penanganan serius. Relokasi, perbaikan infrastruktur, dan edukasi kepada warga merupakan langkah penting untuk mengurangi risiko dan dampak yang lebih besar di masa mendatang.