Bawaslu Dorong Sinergitas Basmi Politik Uang: Putusan MK Pilkada Barito Utara Jadi Refleksi
Putusan MK yang mendiskualifikasi seluruh peserta Pilkada Barito Utara 2024 karena politik uang, mendorong Bawaslu untuk mengajak sinergitas berbagai pihak dalam memberantas praktik tersebut.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendiskualifikasi seluruh peserta Pilkada Kabupaten Barito Utara 2024 karena terbukti melakukan politik uang telah menjadi sorotan nasional. Anggota Bawaslu RI, Puadi, menekankan perlunya sinergitas antar berbagai pihak untuk memberantas praktik politik uang yang telah merajalela. Hal ini disampaikannya sebagai respons atas Putusan MK Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dikeluarkan pada Kamis, 15 Mei 2024.
Menurut Puadi, politik uang bukan hanya masalah hukum semata, melainkan juga berkaitan erat dengan budaya dan struktur politik lokal. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi yang kuat dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menyelesaikan permasalahan ini secara efektif. "Perlu disadari bahwa praktik politik uang tidak hanya persoalan hukum, melainkan juga budaya dan struktur politik lokal. Oleh sebab itu, sinergi dengan pemangku kepentingan lain mutlak dibutuhkan," tegas Puadi.
Lebih lanjut, Puadi juga menekankan pentingnya putusan MK ini sebagai bahan refleksi bagi partai politik. Partai politik harus lebih selektif dalam merekrut calon kepala daerah dan mendisiplinkan kadernya agar terhindar dari praktik transaksional yang merusak integritas pemilu. Pencegahan dan perbaikan harus dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya menjadi beban Bawaslu semata.
Putusan MK dan Praktik Politik Uang di Pilkada Barito Utara
Kasus Pilkada Barito Utara menjadi bukti nyata dampak buruk politik uang. Pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1, Gogo Purman Jaya dan Hendro Nakalelo, awalnya menggugat pasangan calon nomor urut 2, Akhmad Gunadi Nadalsyah dan Sastra Jaya, ke MK atas dugaan politik uang. Namun, fakta persidangan justru mengungkapkan bahwa kedua pasangan calon terbukti melakukan praktik tersebut.
Mahkamah menemukan bukti kuat adanya pembelian suara pemilih oleh kedua pasangan calon. Pasangan calon nomor urut 2 terbukti melakukan pembelian suara hingga Rp16 juta per pemilih, bahkan ada saksi yang mengaku menerima Rp64 juta untuk satu keluarga. Sementara itu, pasangan calon nomor urut 1 juga terbukti melakukan hal serupa dengan nilai hingga Rp6,5 juta per pemilih, dengan janji umrah bagi pemilih yang mendukungnya.
Fakta ini menunjukkan betapa masifnya praktik politik uang dalam Pilkada Barito Utara. Besarnya jumlah uang yang digunakan untuk membeli suara menunjukkan betapa sistematis dan terstruktur praktik ini. Hal ini tentu menjadi perhatian serius bagi penyelenggara pemilu dan semua pihak terkait.
Peran Bawaslu dan Sinergitas Antar Pihak
Puadi menjelaskan bahwa Bawaslu di tingkat provinsi dan kabupaten telah bekerja keras mengawasi seluruh tahapan pilkada, termasuk menindaklanjuti dugaan politik uang yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Meskipun mungkin ada perbedaan interpretasi hukum antara Bawaslu dan MK, hal ini tidak berarti pembiaran, melainkan ruang interpretasi yang perlu dikaji bersama.
Ia menegaskan kembali perlunya sinergitas antar berbagai pihak, termasuk partai politik, aparat penegak hukum, dan masyarakat, untuk memberantas politik uang. Pendekatan holistik dan komprehensif sangat diperlukan untuk mengatasi masalah yang sudah menjadi budaya dan struktur politik lokal ini. Hanya dengan kolaborasi yang kuat, praktik politik uang dapat diatasi secara efektif.
Putusan MK ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperbaiki sistem dan budaya politik di Indonesia. Semua pihak perlu berkomitmen untuk menciptakan pemilu yang bersih, jujur, dan adil, tanpa dikotori oleh praktik politik uang yang merusak demokrasi.
Mahkamah Konstitusi telah mengambil keputusan tegas dalam kasus Pilkada Barito Utara. Langkah ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mendorong perbaikan sistem kepemiluan di masa mendatang. Namun, keberhasilan upaya pemberantasan politik uang membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak yang terlibat.
Langkah ke Depan: Pencegahan dan Pembenahan Holistik
Ke depan, upaya pencegahan dan pembenahan harus dilakukan secara holistik dan komprehensif. Bawaslu tidak bisa bekerja sendiri. Perlu adanya sinergi yang kuat antara Bawaslu, KPU, partai politik, aparat penegak hukum, dan masyarakat sipil untuk menciptakan iklim pemilu yang bersih dari politik uang. Pendidikan politik dan peningkatan kesadaran masyarakat juga sangat penting dalam upaya ini.
Dengan adanya sinergitas yang kuat, diharapkan praktik politik uang dapat ditekan dan bahkan dihapuskan. Pemilu yang bersih dan demokratis merupakan kunci bagi kemajuan bangsa dan negara. Oleh karena itu, semua pihak harus berkomitmen untuk mewujudkan hal tersebut.