BRIN Kembangkan AI untuk Deteksi Malaria: Akurasi Tinggi, Jangkauan Luas
Peneliti BRIN ungkap potensi besar kecerdasan buatan (AI) dalam mendiagnosis malaria, meningkatkan akurasi deteksi dan mempermudah pengobatan di seluruh Indonesia.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mendiagnosis malaria. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi deteksi dan memperluas akses pengobatan, terutama di daerah terpencil. Inovasi ini diyakini mampu mengatasi keterbatasan teknologi diagnosis malaria yang ada saat ini.
Puji Budi Setia Asih, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN, menjelaskan potensi AI dalam membedakan berbagai jenis plasmodium, parasit penyebab malaria. Hal ini krusial karena perbedaan jenis plasmodium membutuhkan penanganan yang berbeda. AI juga dapat mengukur kepadatan parasit, yang sangat penting untuk menentukan dosis pengobatan yang tepat.
Menurut Puji, AI dapat menyempurnakan metode diagnosis malaria yang sudah ada, seperti pemeriksaan mikroskopis dan Rapid Diagnostic Test (RDT), yang kerap kali kurang akurat. Dengan AI, diagnosis yang cepat dan akurat dapat dilakukan bahkan di fasilitas kesehatan di daerah terpencil dengan sumber daya terbatas, sehingga pengobatan dapat segera dimulai.
Teknologi AI untuk Diagnosis Malaria
Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber (PRKAKS) BRIN, Anto Satriyo Nugroho, menjelaskan bahwa BRIN sedang mengembangkan sistem diagnosis malaria berbasis AI. Sistem ini secara otomatis menentukan status infeksi malaria pasien melalui analisis mendalam mikrophotograph sediaan darah tipis dan tebal.
Data yang digunakan dalam pengembangan sistem ini berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini memungkinkan sistem untuk mengenali berbagai spesies parasit malaria yang beragam. Sistem ini memanfaatkan ekstraksi fitur morfo-geometris, memungkinkan AI untuk mengidentifikasi karakteristik ukuran dan bentuk sel darah yang terinfeksi.
Meskipun demikian, Anto mengakui adanya tantangan dalam pengembangan sistem ini, yaitu perubahan morfologi parasit malaria selama siklus hidup nyamuk. Perubahan ini dapat mempengaruhi akurasi diagnosis. Namun, BRIN tetap optimis bahwa pengembangan AI yang berkelanjutan akan menghasilkan alat diagnosis yang akurat dan berkontribusi signifikan dalam pemberantasan malaria di Indonesia. "Kami di BRIN sangat optimis bahwa penelitian dan pengembangan AI yang berkelanjutan akan mampu menciptakan alat diagnosis yang sangat penting dan berkontribusi signifikan dalam upaya pemberantasan malaria di Indonesia," ucap Anto Satriyo Nugroho.
Tantangan dan Harapan
Pengembangan sistem diagnosis malaria berbasis AI ini menghadapi tantangan berupa perubahan morfologi parasit malaria selama siklus hidupnya. Perubahan ini dapat memengaruhi akurasi deteksi oleh AI. Namun, peneliti BRIN tetap optimistis bahwa penelitian dan pengembangan yang berkelanjutan akan mengatasi tantangan ini.
Keberhasilan pengembangan ini akan memberikan dampak signifikan terhadap upaya pemberantasan malaria di Indonesia. Sistem AI yang akurat dan mudah digunakan akan mempermudah diagnosis dan pengobatan malaria, terutama di daerah terpencil yang akses kesehatannya terbatas. Dengan demikian, diharapkan angka penderita malaria di Indonesia dapat ditekan secara signifikan.
Implementasi AI dalam diagnosis malaria diharapkan dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas deteksi, sehingga pengobatan dapat diberikan secara tepat dan efektif. Hal ini akan berkontribusi pada penurunan angka kematian akibat malaria dan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.
BRIN berkomitmen untuk terus mengembangkan teknologi AI ini agar dapat diimplementasikan secara luas di seluruh Indonesia. Kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk tenaga kesehatan dan lembaga terkait, sangat penting untuk memastikan keberhasilan implementasi teknologi ini.