Bupati Lombok Tengah: Budaya Nyesek Tak Sekadar Tradisi, Tapi Penggerak Ekonomi Masyarakat
Bupati Lombok Tengah tegaskan pentingnya melestarikan budaya nyesek yang terbukti mampu menggerakkan ekonomi dan pariwisata lokal. Simak selengkapnya!

Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah menegaskan komitmennya untuk terus melestarikan budaya "nyesek" atau menenun. Tradisi ini dinilai memiliki potensi besar dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat lokal.
Hal tersebut disampaikan oleh Bupati Lombok Tengah, Lalu Pathul Bahri, dalam acara Festival Begawe Jelo Nyesek 2025 yang diselenggarakan di Desa Sukarara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Festival ini menjadi ajang penting untuk memperkenalkan dan mempertahankan warisan budaya menenun.
Menurut Bupati Pathul Bahri, pelestarian budaya nyesek tidak hanya menjaga identitas lokal, tetapi juga mampu menumbuhkan sektor pariwisata. Ini akan berdampak positif pada kesejahteraan warga serta kemajuan pembangunan daerah.
Budaya Nyesek sebagai Penggerak Ekonomi dan Pariwisata
Bupati Lalu Pathul Bahri menekankan bahwa menenun adalah aset budaya yang harus terus dijaga keberlangsungannya. Ia melihat adanya korelasi langsung antara pelestarian budaya ini dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Selain memberikan dampak ekonomi, tradisi menenun juga terbukti mampu menarik minat wisatawan. Baik wisatawan domestik maupun mancanegara, banyak yang datang ke Desa Wisata Tenun Sukarara untuk menyaksikan langsung proses pembuatan tenun tradisional.
Kehadiran wisatawan ini tidak hanya meningkatkan pendapatan langsung bagi para penenun, tetapi juga membuka peluang usaha lain di sektor pariwisata. Hal ini menjadikan budaya nyesek sebagai salah satu pilar penting dalam pengembangan ekonomi kreatif di Lombok Tengah.
Edukasi dan Pelestarian untuk Generasi Mendatang
Untuk memastikan keberlanjutan budaya nyesek, Bupati Pathul Bahri telah meminta pemerintah desa untuk aktif memberikan edukasi. Program ini ditujukan kepada anak-anak dan generasi muda agar mereka dapat mempelajari seni menenun sejak dini.
Kades Sukarara, Saman Budi, menambahkan bahwa pembinaan terhadap generasi muda terus dilakukan. Menurutnya, tradisi nyesek tidak terlalu sulit untuk dipelajari oleh masyarakat Desa Sukarara karena merupakan warisan leluhur yang diturunkan secara turun-temurun.
Anak-anak perempuan di desa ini secara alami dapat belajar dengan mengamati orang tua mereka saat menenun. Proses pembelajaran yang alami ini diharapkan dapat menumbuhkan kecintaan dan keterampilan menenun pada generasi penerus.
Festival Begawe Jelo Nyesek: Wadah Pelestarian Massal
Festival Begawe Jelo Nyesek, yang telah rutin dilaksanakan sejak tahun 2016, menjadi momentum penting dalam upaya pelestarian budaya menenun. Bupati Pathul Bahri berharap kegiatan ini dapat terus dilaksanakan secara meriah.
Pemerintah daerah bahkan berencana menyiapkan alokasi anggaran khusus dari APBD untuk mendukung keberlangsungan festival ini. Dukungan finansial ini menunjukkan komitmen serius pemerintah dalam menjaga dan mempromosikan budaya nyesek.
Pada festival tahun ini, sebanyak 1.000 perempuan, mulai dari remaja hingga lansia, turut serta dalam kegiatan menenun massal. Meskipun jumlah penenun di Desa Sukarara mencapai sekitar 3.000 orang, keterbatasan lokasi membuat partisipasi dibatasi.
Kades Saman Budi berharap tradisi ini dapat terus dilestarikan dan memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat. Semangat kebersamaan dalam menenun diharapkan dapat terus tumbuh dan menjadi inspirasi bagi desa-desa lain.