China Bantah Bernegosiasi dengan AS Soal Tarif Impor: Perang Dagang Memanas?
China tegas membantah adanya negosiasi dengan AS terkait tarif impor, menyebut pernyataan AS sebagai upaya menciptakan kebingungan di tengah perang dagang yang semakin memanas.

Beijing, 26 April 2024 - Ketegangan antara China dan Amerika Serikat (AS) kembali meningkat setelah China membantah keras adanya negosiasi terkait tarif impor yang diberlakukan AS. Pernyataan ini muncul sebagai respons atas pernyataan Presiden Donald Trump yang sebelumnya mengklaim adanya pembicaraan perdagangan antara kedua negara.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dengan tegas menyatakan bahwa "China dan AS tidak melakukan konsultasi atau negosiasi apa pun mengenai tarif. AS harus berhenti menciptakan kebingungan." Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Beijing pada Jumat (25 April), sebagai bantahan langsung atas klaim Presiden Trump sehari sebelumnya.
Pernyataan Trump yang menyebut adanya pertemuan antara perwakilan kedua negara semakin memperkeruh situasi. Meskipun Trump tidak merinci siapa yang terlibat dalam pertemuan tersebut, ia tetap bersikeras bahwa negosiasi sedang berlangsung. Perbedaan pernyataan ini menunjukkan adanya kesenjangan komunikasi dan ketidaksepahaman yang signifikan antara kedua negara.
Perang Tarif dan Tuntutan Kesetaraan
Guo Jiakun menekankan bahwa perang tarif bermula dari AS, sehingga China konsisten dalam sikapnya untuk melawan. Ia menegaskan bahwa jika AS ingin berunding, dialog dan negosiasi harus didasarkan pada prinsip kesetaraan, rasa hormat, dan saling menguntungkan. Hal ini menunjukkan bahwa China tidak akan berkompromi jika negosiasi tidak dilakukan dengan adil dan setara.
Lebih lanjut, Guo Jiakun membantah klaim AS yang mengaitkan penerapan tarif dengan masalah fentanil. Ia menyatakan bahwa masalah fentanil sepenuhnya merupakan tanggung jawab AS dan China tidak terlibat. "Fentanil adalah masalah AS, bukan China, AS sendiri yang bertanggung jawab untuk menyelesaikannya," tegas Guo Jiakun. Pernyataan ini menunjukkan bahwa China menolak untuk disalahkan atas masalah internal AS.
Meskipun China telah menunjukkan itikad baik, AS tetap memberlakukan tarif pada barang impor China dan menggunakan isu fentanil sebagai alasan. Guo Jiakun menyebut tindakan AS sebagai "intimidasi menyeluruh" yang merusak dialog dan kerja sama dalam pemberantasan narkoba. Ia menekankan bahwa intimidasi bukanlah cara yang tepat untuk berurusan dengan China.
Eskalasi Konflik dan Dampak Global
Pemerintahan Trump telah mengenakan tarif hingga 245 persen pada barang impor dari China, sementara China membalas dengan tarif 125 persen terhadap produk AS. Situasi ini telah menciptakan ketidakpastian ekonomi global. Meskipun Trump memberikan jeda tarif 90 hari kepada beberapa negara, China tetap menjadi pengecualian.
Sebagai respons, China menaikkan tarif dan menerapkan langkah-langkah ekonomi lainnya, termasuk membatasi ekspor mineral tanah jarang dan mengajukan sejumlah gugatan terhadap AS di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tindakan ini menunjukkan tekad China untuk "berjuang sampai akhir" dalam menghadapi tekanan dari AS.
Dampak dari perang dagang ini telah dirasakan secara global. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 2,8 persen pada 2025 akibat perang tarif tersebut. Hal ini menunjukkan betapa signifikan dampak negatif perang dagang terhadap perekonomian dunia.
Kesimpulannya, pernyataan saling bertolak belakang antara China dan AS terkait negosiasi tarif menunjukkan bahwa perang dagang masih jauh dari kata selesai. Sikap tegas China yang menolak negosiasi tanpa kesetaraan dan saling menghormati, diiringi dengan langkah-langkah balasan ekonomi, semakin memperumit situasi dan berpotensi berdampak negatif pada perekonomian global.