Dampak Penarikan AS dari Perjanjian Paris: Analisis CSIS
Keputusan AS keluar dari Perjanjian Paris berdampak signifikan pada pendanaan iklim, komitmen negara maju, dan negara berkembang, meskipun produksi migas AS meningkat.

Keputusan Amerika Serikat (AS) untuk keluar dari Perjanjian Paris meninggalkan jejak signifikan pada upaya global dalam mengatasi perubahan iklim. Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Dandy Rafitrandi, memaparkan beberapa dampak penting dari keputusan ini dalam sebuah Media Briefing di Jakarta.
Salah satu dampak utama adalah kesulitan dalam memperoleh pendanaan iklim atau climate financing. Meskipun Perjanjian Paris tetap berlaku, kehilangan dukungan AS, negara dengan ekonomi terbesar, membuat penggalangan dana menjadi lebih kompleks dan menantang. Hal ini disampaikan langsung oleh Dandy Rafitrandi: "Paris Agreement tetap berjalan, dengan konsekuensi bahwa climate financing jadi lebih sulit."
Lebih lanjut, komitmen negara maju lainnya terhadap penanganan perubahan iklim juga terpengaruh. Sebagai pemimpin G7, penarikan AS memberi dampak psikologis dan mengurangi tekanan bagi negara-negara lain untuk berkomitmen penuh. Dandy menyatakan secara singkat: "Komitmen dari negara maju lainnya akan terdampak."
Negara berkembang paling merasakan dampak negatif dari keputusan ini. Dengan keterbatasan anggaran dan sumber daya, negara-negara berkembang akan kesulitan melakukan transisi energi dan menghadapi tantangan lingkungan yang semakin besar. Dandy menjelaskan lebih rinci: "Apabila tidak ada appetite di climate change, kemungkinan akan luntur juga, dan yang terdampak terbesar itu negara berkembang, yang tentunya memiliki limited financing dan budget untuk meng-address isu-isu lingkungan atau melakukan transisi energi ke depan."
Presiden AS Donald Trump sebelumnya berargumen bahwa inflasi di AS disebabkan oleh perjanjian perubahan iklim. Namun, data menunjukkan peningkatan produksi minyak dan gas di AS selama masa berlaku perjanjian tersebut. Dandy menegaskan: "Sebenarnya di lapangan berbeda, kita bisa lihat dari data, data produksi minyak dan gas di AS mengalami peningkatan."
Sebelum penarikan AS, negara-negara maju telah berkomitmen sebesar 300 miliar dolar AS untuk mengatasi perubahan iklim dalam Konferensi Perubahan Iklim (COP) ke-29. Komitmen ini kini diuji dengan ketidakpastian yang ditimbulkan oleh keputusan AS.
Kesimpulannya, keputusan AS untuk meninggalkan Perjanjian Paris membawa konsekuensi yang luas dan kompleks. Dampaknya terasa pada ketersediaan pendanaan iklim, komitmen negara maju, dan terutama negara berkembang yang memiliki keterbatasan sumber daya. Meskipun produksi migas AS meningkat, argumen ini tidak sepenuhnya membenarkan keputusan tersebut mengingat dampak global yang signifikan terhadap upaya bersama dalam menangani perubahan iklim.