DPD RI Bantu Pemulangan 2 PMI Terlantar di Turki
Komite III DPD RI memfasilitasi pemulangan dua PMI nonprosedural dari Turki yang terlantar dan kekurangan biaya kepulangan, mendorong evaluasi sistem perlindungan PMI.

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melalui Komite III-nya berhasil memfasilitasi pemulangan dua pekerja migran Indonesia (PMI) yang terlantar di Turki. Kedua PMI tersebut, berasal dari Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat, ditemukan dalam kondisi memprihatinkan karena tidak memiliki biaya untuk kembali ke tanah air. Pemulangan ini menjadi sorotan penting terkait perlindungan PMI dan pengawasan implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
Penemuan kedua PMI ini terjadi saat Komite III DPD RI melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang PPMI di Turki. Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, menyatakan keprihatinannya atas kondisi kedua PMI tersebut. "Kami mendapati kasus yaitu dua PMI non prosedural yang terlantar. Ketika kami tiba, kondisi mereka sangat memprihatinkan dan kami memutuskan untuk membantu," ungkap Filep dalam keterangannya di Jakarta.
Kunjungan Komite III ke Turki merupakan bagian dari upaya pengawasan implementasi Undang-Undang PPMI. Dalam kunjungan tersebut, koordinasi intensif dilakukan dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Istanbul untuk memastikan pemulangan kedua PMI. Selain itu, komunikasi juga dilakukan dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi asal kedua PMI.
Permasalahan PMI Nonprosedural dan Pentingnya Penguatan Regulasi
Kasus kedua PMI ini menyoroti permasalahan pengiriman PMI nonprosedural yang masih terjadi. Filep Wamafma menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap sistem penempatan dan pengawasan PMI, mulai dari proses perekrutan hingga perlindungan saat bekerja di luar negeri. "Ini menjadi perhatian serius bahwa pengiriman non prosedural masih terjadi dan membahayakan keselamatan serta kesejahteraan PMI. Kita perlu melakukan evaluasi terhadap sistem penempatan dan pengawasan, mulai dari proses perekrutan hingga perlindungan saat bekerja di luar negeri," tegasnya.
Ia juga menekankan perlunya penguatan regulasi dan penegakan hukum untuk melindungi PMI secara menyeluruh. Perlindungan PMI bukan hanya kewajiban negara, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia. "Sebagai penyumbang devisa negara, PMI harus dilindungi dari tindakan yang merugikan hak dan martabat mereka. Sistem pelindungan harus terintegrasi dan melibatkan pemerintah pusat, daerah, serta masyarakat," tambah Filep.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 bertujuan untuk memberikan jaminan atas hak-hak PMI, namun masih ditemukannya berbagai permasalahan di lapangan menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap implementasi UU tersebut. Komite III DPD RI melakukan inventarisasi materi berdasarkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk KJRI Istanbul, untuk penyempurnaan kebijakan perlindungan PMI ke depan.
Pemulangan dan Kolaborasi Antar Lembaga
Setelah difasilitasi pemulangannya oleh Komite III DPD RI, kedua PMI tersebut diserahkan kepada Anggota DPD RI dari Provinsi Jawa Barat dan NTB untuk ditindaklanjuti bersama pemerintah daerah masing-masing. Filep Wamafma mengapresiasi kolaborasi antar lembaga yang terlibat dalam proses pemulangan ini. "Saya mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam pemulangan ini. Kolaborasi seperti ini sangat penting dan diharapkan dapat terus berlanjut untuk memberikan solusi atas permasalahan PMI dan memperkuat sistem perlindungannya," tutup Filep.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan dan pengawasan yang lebih efektif terhadap PMI di luar negeri. Ke depan, diharapkan adanya peningkatan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga terkait untuk mencegah kejadian serupa dan memastikan keselamatan serta kesejahteraan PMI Indonesia di manapun mereka berada.