DPR Bahas Instansi Tunggal Keamanan Laut: Atasi Kerugian Negara Rp7,6 Triliun
Komisi I DPR RI mendorong pembentukan instansi tunggal keamanan laut untuk mengatasi kerugian negara akibat aktivitas ilegal di laut yang mencapai Rp7,6 triliun dan meningkatkan koordinasi antar lembaga.
![DPR Bahas Instansi Tunggal Keamanan Laut: Atasi Kerugian Negara Rp7,6 Triliun](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/191642.174-dpr-bahas-instansi-tunggal-keamanan-laut-atasi-kerugian-negara-rp76-triliun-1.jpg)
Jakarta, 11 Februari 2024 - Komisi I DPR RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan serta Kementerian Koordinator Bidang Hukum dan HAM. Pertemuan tersebut difokuskan pada urgensi pembentukan sebuah instansi tunggal yang bertanggung jawab atas keamanan laut Indonesia. Saat ini, terdapat enam lembaga bahkan lebih yang terlibat dalam keamanan maritim, menciptakan tumpang tindih kewenangan dan menghambat koordinasi yang efektif.
Enam Lembaga, Koordinasi Terhambat
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Ahmad Heryawan (Aher), menyoroti kompleksitas sistem keamanan laut Indonesia saat ini. "Ada enam instansi, bahkan lebih, yang mengklaim memiliki tanggung jawab keamanan laut," ujar Aher di Kompleks Parlemen, Jakarta. Lembaga-lembaga tersebut termasuk TNI AL, Bakamla, Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Keberadaan lembaga-lembaga ini dengan kewenangan yang tumpang tindih dinilai menghambat sinergi dan efektivitas penegakan hukum di laut.
Kerugian negara akibat aktivitas ilegal di laut, seperti perdagangan ilegal dan penangkapan ikan ilegal, sangat signifikan. Berdasarkan data Bea Cukai dan KKP, kerugian tersebut mencapai angka fantastis, yaitu Rp7,6 triliun. Namun, Aher memperkirakan angka sebenarnya jauh lebih besar.
Urgensi Instansi Tunggal
Pembentukan instansi tunggal keamanan laut dianggap krusial untuk meminimalisir kerugian negara yang terus meningkat. "Urgensi instansi tunggal sangat diperlukan untuk mengeliminir potensi kerugian akibat aktivitas ilegal di laut," tegas Aher. Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas, dua pertiga dari luas wilayah daratan. Namun, koordinasi antar instansi yang terlibat dalam keamanan maritim masih menjadi kendala utama.
Regulasi yang Berlaku
Saat ini, keamanan laut diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang kemudian melahirkan Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut (Bakamla). Bakamla memiliki tugas utama dalam patroli keamanan dan keselamatan di perairan Indonesia. Selain itu, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (yang direvisi menjadi UU Nomor 66 Tahun 2024) juga mengatur tentang Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) di bawah Kementerian Perhubungan.
Revisi UU Pelayaran menghilangkan sebutan "coast guard" untuk KPLP, mengakhiri dualisme nama. Aher menyarankan agar regulasi yang mengatur Bakamla ditingkatkan statusnya menjadi UU, bukan hanya Perpres, untuk memperkuat landasan hukum dan kewenangannya.
Langkah ke Depan
Rapat kerja Komisi I DPR RI dengan dua kementerian koordinator ini merupakan langkah awal dalam membahas rencana pembentukan instansi tunggal keamanan laut. Pembahasan lebih lanjut akan difokuskan pada penyusunan rancangan undang-undang yang komprehensif dan efektif. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan koordinasi, memperkuat penegakan hukum, dan meminimalisir kerugian negara akibat aktivitas ilegal di laut Indonesia.
Dengan adanya instansi tunggal, diharapkan koordinasi dan pengawasan terhadap wilayah perairan Indonesia dapat lebih optimal. Hal ini penting mengingat luasnya wilayah laut Indonesia dan kompleksitas ancaman yang dihadapi.