DPR Bahas RUU KUHAP, Targetkan Berlaku 1 Januari 2026
Komisi III DPR RI memulai pembahasan RUU Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada masa sidang ini, ditargetkan berlaku bersamaan dengan KUHP baru pada 1 Januari 2026, dengan fokus perbaikan sistem penahanan dan penegakan hak tersangka.

Jakarta, 22 Januari 2024 - Komisi III DPR RI resmi memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025. Hal ini diungkapkan langsung oleh Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, dalam keterangan resmi yang diterima Rabu lalu.
Langkah ini diambil karena dianggap penting untuk menyesuaikan KUHAP dengan semangat hukum yang terkandung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Habiburokhman menjelaskan target penyelesaian draf dan naskah akademik RUU KUHAP pada masa sidang ini, dengan pembahasan lebih lanjut sebagai RUU inisiatif DPR pada masa sidang berikutnya.
Habiburokhman menargetkan KUHAP baru dapat diterapkan bersamaan dengan KUHP baru, yaitu 1 Januari 2026. Menurutnya, keselarasan antara KUHAP dan KUHP sangat penting. Hal ini dikarenakan KUHAP sebagai hukum formal yang mengoperasikan KUHP sebagai hukum materiil. Dengan kata lain, KUHAP menjadi instrumen penting dalam pelaksanaan KUHP.
KUHP baru, yang mengedepankan asas restoratif dan keadilan substantif, memerlukan KUHAP yang sejalan dengan semangat reformasinya. Oleh karena itu, nilai-nilai perbaikan dan keadilan yang sama harus juga tertuang dalam KUHAP baru ini. Ini menjadi poin penting dalam proses penyusunan RUU tersebut.
Dalam proses penyusunan RUU KUHAP, Komisi III DPR berkomitmen untuk mengakomodasi masukan dari berbagai pihak. Habiburokhman menegaskan, partisipasi masyarakat dalam penyusunan RUU ini sangat penting. Banyak masukan yang telah diterima, terutama mengenai perbaikan sistem penahanan dan penegakan hak-hak tersangka.
Salah satu masukan utama yang disorot adalah perlunya perbaikan sistem penahanan agar tidak mudah dilakukan oleh penyidik. Usulan mengenai mekanisme praperadilan aktif, yang mewajibkan pemeriksaan hakim praperadilan sebelum penahanan, juga menjadi pertimbangan penting. Sistem ini bertujuan untuk memastikan penahanan hanya dilakukan jika benar-benar diperlukan.
Masukan lain yang juga dipertimbangkan adalah implementasi hak-hak tersangka, seperti hak untuk tidak disiksa, hak untuk mendapatkan pendampingan hukum, dan hak mendapatkan perawatan kesehatan. Hal ini menjadi bagian penting dalam menjamin keadilan dan perlindungan bagi tersangka. Komisi III DPR berkomitmen untuk memastikan semua masukan ini dipertimbangkan dengan cermat dalam penyusunan RUU KUHAP.