RUU KUHAP Segera Dibahas, Maksimalkan Keadilan Restoratif dan Perlindungan Kelompok Rentan
Komisi III DPR RI akan segera membahas RUU KUHAP bersama pemerintah setelah menerima Surpres, dengan fokus pada keadilan restoratif dan perlindungan kelompok rentan.

Jakarta, 21 Maret 2024 - Komisi III DPR RI telah menerima Surat Presiden (Surpres) terkait revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal ini menandai dimulainya proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang tersebut bersama pemerintah. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa draf final RUU KUHAP siap dibahas dan pembahasan akan segera dimulai.
"Draf final Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang akan dibahas segera karena Surpres-nya per hari ini sudah keluar, sudah ditandatangani Presiden Republik Indonesia Pak Prabowo Subianto," ungkap Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Pembahasan RUU KUHAP yang ditargetkan selesai dalam dua masa sidang ini, diharapkan menghasilkan KUHAP baru yang lebih relevan dengan perkembangan zaman.
Revisi KUHAP dinilai penting untuk menyesuaikan aturan hukum dengan dinamika masyarakat terkini, sekaligus menyelaraskan berlakunya KUHAP dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku pada Januari 2026. Proses revisi ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia.
Fokus pada Keadilan Restoratif dan Perlindungan Kelompok Rentan
RUU KUHAP yang akan dibahas mengedepankan nilai-nilai restoratif, restitutif, dan rehabilitatif. Habiburokhman menjelaskan bahwa RUU ini akan memaksimalkan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian perkara. "Kami bikin satu bab khusus restorative justice. Jadi mulai penyidikan, penuntutan sampai persidangan bisa di-restorative justice-kan," tegasnya.
Selain itu, RUU ini juga bertujuan untuk mencegah kekerasan dalam proses hukum, misalnya dengan pemasangan CCTV dalam ruang pemeriksaan. RUU KUHAP juga akan memperkuat peran advokat dan memberikan perlindungan khusus bagi kelompok rentan, termasuk perempuan, difabel, dan lansia.
Perubahan signifikan lainnya adalah perbaikan syarat penahanan untuk mencegah penahanan sewenang-wenang sebelum persidangan. Namun, Habiburokhman memastikan bahwa revisi ini tidak akan mengubah kewenangan aparat penegak hukum, seperti Polri sebagai penyidik utama dan jaksa sebagai penuntut tunggal. "Jadi polisi, ya Polri, penyidik polisi adalah tetap penyidik utama, kemudian jaksa adalah penuntut tunggal. Jadi enggak ada pergeseran di situ," jelasnya.
Partisipasi Publik dan Transparansi
Komisi III DPR RI berkomitmen untuk melibatkan publik dalam pembahasan RUU KUHAP. Hal ini termasuk memberikan akses terhadap draf RUU dan membuka ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan saran. "Kami libatkan nanti ya, kami minta juga sumbang saran pikirannya terkait KUHAP ini," ujar Habiburokhman.
Dengan adanya partisipasi publik yang luas, diharapkan RUU KUHAP yang dihasilkan dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat dan menjadi landasan hukum yang lebih adil dan efektif dalam penegakan hukum di Indonesia. Proses pembahasan yang transparan dan partisipatif ini diharapkan dapat menghasilkan RUU KUHAP yang lebih baik dan berkeadilan.
Pembahasan RUU KUHAP ini menjadi langkah penting dalam upaya reformasi hukum di Indonesia. Dengan fokus pada keadilan restoratif, perlindungan kelompok rentan, dan partisipasi publik, diharapkan RUU KUHAP yang baru dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Proses pembahasan RUU KUHAP ini akan terus dipantau dan diharapkan dapat berjalan lancar dan menghasilkan produk hukum yang berkualitas dan bermanfaat bagi bangsa dan negara.