RUU KUHP Segera Di Bahas Komisi III DPR: Menampung Aspirasi Publik Jadi Prioritas
RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dipastikan akan dibahas di Komisi III DPR setelah surat presiden diterima, dengan prioritas menampung aspirasi publik.

RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan segera dibahas di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini dipastikan setelah surat presiden terkait penunjukan perwakilan pemerintah untuk membahas RUU tersebut diterima oleh pimpinan DPR pada Selasa (25/3). Anggota Komisi III DPR, Habiburokhman, menyampaikan kepastian tersebut pada Kamis (27/3) di kompleks parlemen.
"Oh ya, pasti, itu nanti akan dibahas di Komisi III," tegas Habiburokhman. Ia menjelaskan bahwa koordinasi telah dilakukan dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad terkait pembahasan RUU KUHAP di Komisi III. "Saya sudah koordinasi dengan Pak Dasco Ahmad, dan itu sudah fix di Komisi III," ujarnya.
Habiburokhman menambahkan bahwa proses pembahasan RUU KUHAP akan dimulai pada awal masa sidang berikutnya. Ia menekankan bahwa RUU ini unik karena proses pengumpulan aspirasi publik telah dilakukan jauh sebelum pertemuan resmi DPR dengan pemerintah dimulai. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan hasil pembahasan RUU KUHAP.
Komisi III DPR dan RUU KUHAP
Komisi III DPR memiliki tanggung jawab dalam hal pembentukan undang-undang dan pengawasan anggaran di sektor penegakan hukum dan peradilan. Pembahasan RUU KUHAP di Komisi III ini sejalan dengan kewenangan dan tugas pokok Komisi tersebut. Proses pembahasan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan publik, diharapkan dapat menghasilkan RUU yang komprehensif dan mengakomodasi berbagai kepentingan.
Dengan ditetapkannya pembahasan RUU KUHAP di Komisi III, diharapkan proses legislasi dapat berjalan lancar dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Komisi III akan berperan penting dalam menampung dan menindaklanjuti aspirasi publik yang telah dikumpulkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan komitmen DPR untuk melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan undang-undang.
Proses pengumpulan aspirasi publik yang dilakukan sebelum pembahasan resmi dimulai merupakan langkah yang positif dan patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan bahwa DPR berupaya untuk memastikan RUU KUHAP yang dihasilkan benar-benar mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan RUU KUHAP yang baru dapat meningkatkan kualitas sistem peradilan pidana di Indonesia.
Menampung Aspirasi Publik
Habiburokhman menegaskan kembali komitmen Komisi III untuk terus menyerap aspirasi publik dalam pembahasan RUU KUHAP. "Kita akan melanjutkan proses menyerap aspirasi publik. Ini sepertinya undang-undang yang paling 'unik'. Kenapa? Karena penyerapan aspirasi publik itu terjadi jauh sebelum kick-off rapat kerja, agar hasilnya maksimal," tegasnya. Proses ini menunjukkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pembuatan undang-undang.
Dengan melibatkan publik secara aktif dalam proses pembuatan RUU KUHAP, diharapkan akan tercipta undang-undang yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan dapat meningkatkan kualitas sistem peradilan pidana di Indonesia. Partisipasi publik ini juga dapat memperkuat legitimasi RUU KUHAP setelah disahkan nanti.
Langkah proaktif dalam menyerap aspirasi publik sebelum pembahasan resmi dimulai menunjukkan komitmen DPR untuk menghasilkan RUU KUHAP yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses legislasi di Indonesia.
Proses pembahasan RUU KUHAP di Komisi III DPR diharapkan dapat berjalan lancar dan menghasilkan undang-undang yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. Partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan publik, sangat penting untuk memastikan keberhasilan proses legislasi ini.