DPR Desak KPK dan Kejagung Pulihkan Aset Negara yang Dikelola Swasta
Anggota Komisi III DPR, Abdullah, mendesak KPK, Kejagung, dan PPATK untuk segera mengambil alih aset negara yang dikuasai swasta secara ilegal, menyusul wacana Presiden Prabowo Subianto.

Anggota Komisi III DPR RI Abdullah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk segera mengambil langkah pemulihan aset negara. Permintaan ini muncul setelah Presiden Prabowo Subianto mengemukakan wacana menarik aset negara yang dikuasai pihak swasta. Peristiwa ini terjadi di Jakarta pada Senin, 05 Mei 2024. Langkah ini dinilai penting untuk menegakkan hukum dan memulihkan kerugian negara.
Abdullah menyatakan bahwa penguasaan aset negara oleh pihak swasta merupakan tindak pidana jika dilakukan secara ilegal atau melanggar hukum. Komitmen Presiden untuk menyita aset-aset tersebut dinilai sebagai angin segar bagi penegakan hukum di Indonesia. "Harusnya menjadi pintu masuk bagi penegak hukum atau pejabat negara yang berwenang untuk segera menindaklanjuti," tegas Abdullah.
Ia menjelaskan berbagai bentuk tindak pidana yang mungkin terjadi dalam penguasaan aset negara oleh swasta. Jika aset negara diperoleh melalui penyalahgunaan wewenang, gratifikasi, atau nepotisme, maka hal tersebut termasuk korupsi. Jika aset diambil tanpa wewenang yang sah, maka itu merupakan pencurian. Sementara, menyembunyikan atau memalsukan informasi terkait aset negara termasuk dalam kategori penggelapan.
Langkah Pemulihan Aset Negara
Abdullah menekankan pentingnya asset recovery atau pemulihan aset sebagai metode yang tepat untuk mengambil kembali aset negara yang dikuasai swasta secara ilegal. Proses ini melibatkan pengembalian aset yang hilang atau dikuasai secara ilegal, termasuk aset negara yang dikuasai pihak swasta melalui tindak pidana seperti korupsi, pencucian uang, atau penyalahgunaan wewenang. Proses asset recovery ini telah diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan di Indonesia, termasuk UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Asset Recovery.
Proses pengambilalihan aset negara yang dikuasai secara ilegal dapat dilakukan melalui penyitaan, pengembalian, dan jalur pengadilan. Lembaga-lembaga yang berwenang melakukan asset recovery antara lain KPK, Kejaksaan Agung, PPATK, dan Kementerian Keuangan yang memiliki wewenang dalam pengelolaan aset negara.
Tujuan utama asset recovery adalah mengembalikan aset negara yang hilang atau dikuasai secara ilegal dan memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang melakukan tindak pidana. Selain itu, asset recovery juga dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara.
Peran Lembaga Penegak Hukum
KPK, Kejaksaan Agung, dan PPATK memiliki peran krusial dalam proses pemulihan aset negara. Ketiga lembaga ini memiliki kewenangan dan sumber daya untuk menyelidiki, menyita, dan mengembalikan aset negara yang dikuasai secara ilegal. Kerja sama yang efektif antar lembaga sangat penting untuk memastikan keberhasilan proses asset recovery.
Kementerian Keuangan juga berperan penting dalam pengelolaan aset negara. Lembaga ini bertanggung jawab untuk memastikan bahwa aset negara dikelola secara transparan dan akuntabel, serta mencegah terjadinya penyalahgunaan aset negara.
Proses asset recovery membutuhkan koordinasi dan kolaborasi yang kuat antar lembaga penegak hukum dan instansi terkait. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa aset negara digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Dengan adanya komitmen Presiden dan desakan dari DPR, diharapkan proses pemulihan aset negara dapat berjalan efektif dan efisien. Hal ini akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penegakan hukum di Indonesia.
Pemulihan aset negara merupakan langkah penting untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar di masa mendatang. Dengan meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum, diharapkan pengelolaan aset negara akan semakin transparan dan akuntabel.
Langkah tegas dan terkoordinasi dari lembaga penegak hukum sangat dibutuhkan untuk memastikan keberhasilan proses asset recovery ini. Semoga upaya ini dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan aset negara di masa mendatang.