DPR Dorong Penguatan STT Tekstil Bandung: Kampus Vokasi Penopang Industri Tekstil Nasional dengan Lulusan 100% Terserap Kerja
Komisi VII DPR RI mendesak penguatan peran STT Tekstil Bandung, kampus vokasi yang mencetak tenaga ahli dan memiliki tingkat serapan kerja 100%, demi daya saing industri tekstil nasional di tengah tantangan global.

Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) baru-baru ini melakukan kunjungan kerja spesifik ke Politeknik Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung (STT Tekstil Bandung). Kunjungan ini bertujuan untuk mendorong penguatan peran institusi pendidikan tersebut. Mereka ingin STT Tekstil Bandung lebih optimal dalam mencetak tenaga ahli dan mendukung kemajuan industri tekstil nasional.
Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menyatakan bahwa kampus vokasi seperti STT Tekstil Bandung memiliki potensi besar. Kampus ini telah lama berfokus pada pengembangan sumber daya manusia di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Potensi ini sangat penting untuk mendukung daya saing industri nasional di tengah tantangan global yang semakin ketat.
Saleh Daulay menyoroti beberapa keunggulan STT Tekstil Bandung. Kampus ini memiliki tenaga pengajar yang berkualifikasi tinggi. Selain itu, tingkat serapan kerja lulusannya di dunia industri mencapai 100 persen. Keunggulan ini menjadikan STT Tekstil Bandung sebagai pilar penting dalam ekosistem industri tekstil Indonesia.
Tantangan dan Kebutuhan Mendesak STT Tekstil Bandung
Meskipun memiliki potensi besar, pihak STT Tekstil Bandung menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi. Saleh Daulay mengungkapkan bahwa keterbatasan peralatan praktik menjadi kendala utama. Selain itu, minimnya akses terhadap beasiswa juga menghambat mahasiswa berprestasi.
Komisi VII DPR RI menilai bahwa modernisasi alat sangat penting. Peningkatan jumlah beasiswa juga krusial agar tidak ada mahasiswa yang terpaksa putus studi. Kendala ekonomi tidak boleh menjadi penghalang bagi pendidikan vokasi berkualitas.
Pihak kampus juga berharap para dosen dapat memperoleh beasiswa studi lanjut ke luar negeri. Khususnya, ke negara-negara produsen mesin tekstil. Hal ini akan memungkinkan mereka mengikuti perkembangan teknologi terbaru dan memperkuat kerja sama internasional.
Komisi VII DPR RI berkomitmen untuk menyampaikan aspirasi ini kepada pemerintah. Aspirasi akan disampaikan kepada Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Kebutuhan kampus vokasi seperti STT Tekstil Bandung tidak besar dan sangat rasional untuk dipenuhi.
Antisipasi Persaingan Industri Tekstil Global
Dalam kesempatan yang sama, Komisi VII DPR RI juga menyoroti tantangan industri tekstil nasional di tengah persaingan global. Persaingan ketat datang dari produk Amerika Serikat dan Tiongkok. Amerika Serikat bahkan memberlakukan tarif impor sebesar 19 persen pada produk Indonesia.
Keberadaan politeknik vokasi seperti STT Tekstil Bandung sangat penting untuk menjaga daya saing produk dalam negeri. Saleh Daulay menegaskan bahwa jika kualitas produk lokal baik, masyarakat akan tetap memilihnya. Situasi ini harus dilihat sebagai peluang, bukan ancaman.
Pemerintah perlu menerapkan kebijakan afirmatif agar industri tekstil Indonesia mampu bersaing di pasar global. Salah satu langkah penting adalah mengurangi ketergantungan pada impor mesin tekstil. Peningkatan kapasitas produksi dalam negeri juga harus menjadi prioritas utama.
Tantangan besar adalah kemampuan memproduksi mesin tekstil sendiri agar tidak tergantung pada pasokan luar negeri. Saat ini, banyak mesin masih diimpor, bahkan operatornya pun seringkali dari luar. Ini menunjukkan perlunya investasi lebih lanjut dalam riset dan pengembangan.
Produk Amerika cenderung memiliki harga lebih tinggi karena biaya tenaga kerja yang mahal. Namun, produk dari Tiongkok yang datang dalam jumlah masif dengan harga kompetitif lebih perlu diwaspadai. Pemerintah harus hadir dengan kebijakan afirmatif untuk memastikan persaingan yang adil di era perdagangan bebas.
Indonesia harus aktif mengekspor produk tekstil ke luar negeri, termasuk ke Tiongkok dan negara-negara Eropa. Pembukaan akses visa multi-entry oleh Komisi Eropa adalah kabar baik yang dapat membuka lebih banyak peluang perdagangan. Pemerintah perlu strategi dan kebijakan konkret untuk menguatkan daya saing.