DPR Soroti Efisiensi Anggaran Pendidikan Rp757,8 Triliun: Potensi Kebocoran dan Kualitas SDM
Anggota DPR RI menyoroti efisiensi penggunaan Anggaran Pendidikan senilai Rp757,8 triliun dalam RAPBN 2026, mengingatkan potensi kebocoran dan dampaknya pada kualitas SDM.

Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Adde Rosi Khoerunnisa, mendesak pemerintah untuk memastikan penggunaan anggaran pendidikan yang efektif dan tepat sasaran. Desakan ini muncul menyusul penetapan alokasi dana pendidikan sebesar Rp757,8 triliun dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Jumlah fantastis ini setara dengan 20 persen dari total APBN, sesuai amanat konstitusi.
Adde Rosi menegaskan bahwa efisiensi dalam pengelolaan dana ini sangat krusial. Jika anggaran pendidikan tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan tidak fokus pada prioritas, risiko kebocoran akan terus menghantui. Kondisi ini pada akhirnya dapat berujung pada penurunan kualitas pendidikan nasional secara signifikan.
Penggunaan dana pendidikan yang tidak tepat sasaran berpotensi menghambat pertumbuhan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Oleh karena itu, pengawasan ketat dan perencanaan yang matang menjadi kunci untuk memastikan setiap rupiah anggaran pendidikan memberikan dampak positif bagi masa depan bangsa.
Sorotan Terhadap Alokasi Dana Pendidikan Tinggi
Dalam kesempatan tersebut, Adde Rosi secara khusus menyoroti beberapa persoalan terkait alokasi dana pendidikan, terutama yang menyangkut pengelolaan anggaran untuk Perguruan Tinggi Kementerian/Lembaga (PTKL). Menurutnya, alokasi dana untuk PTKL dinilai tidak proporsional dan kurang tepat sasaran.
Ia membeberkan data pada APBN 2025, di mana PTKL menghabiskan 39 persen dari anggaran fungsi pendidikan. Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) hanya mengelola 22 persen dari anggaran tersebut. Padahal, jumlah mahasiswa di PTKL jauh lebih kecil, sekitar 200 ribu, dibandingkan dengan mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang mencapai 3,9 juta dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sebanyak 4,4 juta.
Penyelenggaraan PTKL saat ini tersebar di 24 kementerian dan lembaga, mencakup 124 perguruan tinggi dan 892 program studi. Adde Rosi menekankan perlunya penataan dan penyederhanaan PTKL, termasuk penghapusan program studi umum yang tidak sesuai dengan mandat undang-undang. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan fokus yang lebih baik dalam alokasi anggaran pendidikan tinggi.
Dukungan untuk Kesejahteraan Guru dan Dosen
Selain isu alokasi dana, Adde Rosi juga menyoroti komitmen peningkatan kesejahteraan guru dan dosen. Ia mendukung penuh pernyataan Prabowo Subianto yang berencana mengalokasikan dana sebesar Rp178,7 triliun untuk tujuan ini. Menurutnya, kesejahteraan guru adalah fondasi utama bagi pendidikan berkualitas.
“Kesejahteraan guru adalah kunci pendidikan berkualitas, karena guru dan dosen adalah motor penggerak transformasi pengetahuan,” ujar Adde. Ia menambahkan bahwa peningkatan kesejahteraan pendidik akan berdampak langsung pada motivasi dan kualitas pengajaran, yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu lulusan.
Adde memastikan bahwa Fraksi Golkar, tempatnya bernaung, akan memberikan dukungan penuh terhadap rencana penganggaran dana pendidikan yang diajukan Prabowo. Komitmen ini bertujuan untuk memastikan bahwa pendidikan berkualitas dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, tanpa terkecuali.
Fokus Anggaran Pendidikan 2026
Sebagaimana diketahui, anggaran pendidikan sebesar Rp757,8 triliun untuk RAPBN 2026 memiliki fokus yang jelas. Dana ini akan diarahkan untuk beberapa prioritas utama. Peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru serta dosen menjadi salah satu fokus utama, mengingat peran sentral mereka dalam ekosistem pendidikan.
Selain itu, anggaran juga akan dialokasikan untuk penyediaan beasiswa bagi siswa dan mahasiswa, guna memastikan akses pendidikan yang lebih merata. Penguatan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk fasilitas belajar-mengajar yang memadai, juga menjadi prioritas. Terakhir, pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman dan dunia kerja akan terus dilakukan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan berdaya saing.