Dugaan Keracunan Takjil di Bantul: Dinkes Lakukan Penyelidikan Epidemiologi
Dinas Kesehatan Bantul menyelidiki dugaan keracunan massal usai warga mengalami mual, muntah, dan diare setelah menyantap takjil di Masjid Jodog, Pandak.

Sebanyak 21 warga di Pedukuhan Jodog, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, diduga mengalami keracunan makanan setelah menyantap takjil atau menu berbuka puasa pada Sabtu, 15 Maret 2024. Kejadian ini bermula dari laporan masyarakat yang mengalami gejala mual, muntah, dan diare. Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan epidemiologi untuk mengungkap penyebab pasti dari dugaan keracunan massal ini.
Kepala Dinkes Bantul, Agus Tri Widiyantara, membenarkan adanya laporan tersebut dan menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima informasi dari Puskesmas Pandak pada Senin sore. Tim kesehatan langsung diturunkan untuk melakukan penyelidikan di lokasi kejadian. Proses penyelidikan epidemiologi ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber kontaminasi dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. "Kita masih dalam proses untuk melakukan penyelidikan epidemiologi untuk kasus dugaan keracunan menu takjil di wilayah Jodog Kecamatan Pandak," ungkap Agus.
Dari data yang dihimpun, 10 warga menjalani perawatan di Puskesmas Pandak 1, sementara 11 warga lainnya dirawat di Rumah Sakit Universitas Islam Indonesia (UII) Srandakan. Namun, Agus menambahkan bahwa masih ada warga yang tidak melakukan pemeriksaan medis. Pihak Dinkes Bantul saat ini tengah melacak seluruh warga yang diduga mengalami gejala keracunan, yang meliputi berbagai rentang usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Penyelidikan dan Pengumpulan Sampel
Dinkes Bantul bekerja sama dengan Puskesmas Pandak untuk mengumpulkan sampel makanan dan minuman yang tersisa dari acara buka puasa di masjid tersebut. Sampel-sampel ini akan dikirim ke Balai Laboratorium Kesehatan dan Kalibrasi Yogyakarta untuk dilakukan uji laboratorium. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi sumber kontaminasi dan penyebab utama dugaan keracunan. "Jadi, mereka konsumsi apa saja kami belum tahu, karena teman-teman kami lagi mengumpulkan sampel makanan yang tersisa. Sepertinya memang ada beberapa jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh mereka," jelas Agus.
Proses pengumpulan sampel ini penting untuk memastikan jenis makanan atau minuman yang menjadi penyebab utama keracunan. Informasi ini akan membantu tim kesehatan dalam memberikan rekomendasi pencegahan di kemudian hari. Dengan mengidentifikasi sumber kontaminasi, langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif dapat diterapkan untuk menghindari kejadian serupa pada acara-acara buka puasa di masa mendatang.
Meskipun masih dalam proses penyelidikan, Agus mengungkapkan bahwa berdasarkan pengalaman kasus serupa, cemaran kuman dalam makanan atau minuman seringkali menjadi penyebab utama keracunan. Kontaminasi ini dapat terjadi melalui berbagai sumber, seperti air yang tercemar atau bahan pangan yang tidak terjaga kebersihannya. "Mungkin terkontaminasi, ada bahan yang sudah tercemar kuman-kuman, bisa dari airnya, mungkin dari bahan pangannya," tambahnya.
Antisipasi dan Pencegahan
Kejadian ini menjadi pengingat penting bagi penyelenggara acara buka puasa bersama untuk selalu memperhatikan kebersihan dan keamanan pangan. Penting untuk memastikan bahwa semua bahan makanan dan minuman yang disajikan terbebas dari kontaminasi dan terjaga kualitasnya. Hal ini dapat mencegah terjadinya kasus keracunan makanan dan melindungi kesehatan para peserta.
Dinkes Bantul menghimbau masyarakat untuk tetap waspada dan berhati-hati dalam memilih makanan dan minuman, terutama selama bulan Ramadhan. Memilih makanan dan minuman dari sumber yang terpercaya dan memperhatikan kebersihannya dapat meminimalisir risiko keracunan makanan. Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat jika mengalami gejala keracunan makanan.
Penyelidikan epidemiologi yang dilakukan oleh Dinkes Bantul diharapkan dapat segera memberikan hasil yang akurat. Hasil penyelidikan ini akan menjadi dasar bagi langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif untuk melindungi kesehatan masyarakat, khususnya selama bulan Ramadhan.