Eks Panitera PN Jaktim Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus Suap Lahan Pertamina
Mantan Panitera PN Jakarta Timur, Rina Pertiwi, dituntut empat tahun penjara dan denda Rp500 juta terkait kasus suap pengurusan eksekusi lahan Pertamina senilai Rp1 miliar pada 2020-2022.
![Eks Panitera PN Jaktim Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus Suap Lahan Pertamina](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/000153.947-eks-panitera-pn-jaktim-dituntut-4-tahun-penjara-kasus-suap-lahan-pertamina-1.jpg)
Jakarta, 10 Februari 2024 - Rina Pertiwi, mantan Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur periode 2020-2022, menghadapi tuntutan pidana penjara empat tahun dan denda Rp500 juta. Kasus ini terkait dugaan korupsi dalam pengurusan eksekusi lahan milik PT Pertamina (Persero) yang terjadi pada periode 2020-2022. Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Handri Dwi Zulianto, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin lalu.
Kasus Suap Eksekusi Lahan Pertamina
Jaksa menilai Rina terbukti bersalah menerima suap senilai total Rp1 miliar. Uang tersebut diduga diterima dari terpidana Ali Sopyan melalui perantara Dede Rahmana. Tujuannya untuk mempercepat proses eksekusi putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 795 pada 14 November 2019, yang menghukum Pertamina membayar ganti rugi Rp244,6 miliar. Rina sendiri hanya menerima Rp797,5 juta, sementara sisanya diberikan kepada Dede.
Pemberian uang suap dilakukan secara bertahap. Dede memberikan Rp747,6 juta secara tunai dan Rp50 juta melalui transfer kepada Rina. Jaksa menekankan bahwa tindakan Rina melanggar hukum dan meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman sesuai tuntutan.
Tuntutan Pidana dan Pasal yang Dilanggar
JPU mendakwa Rina melanggar Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Mereka juga meminta agar masa hukuman dikurangi dengan masa penahanan Rina, dan tetap menahannya di rumah tahanan. Jika Rina tak mampu membayar denda, maka akan diganti dengan pidana kurungan tiga bulan.
Selain itu, JPU juga menyinggung kemungkinan pelanggaran pasal lain, yaitu Pasal 12 huruf b atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Hal ini menunjukkan kompleksitas kasus dan berbagai sudut pandang hukum yang dipertimbangkan oleh JPU.
Kronologi dan Bukti Kasus
Kasus ini bermula dari putusan PK yang merugikan Pertamina. Ali Sopyan, sebagai pihak yang diuntungkan dari putusan tersebut, diduga menyuap Rina melalui Dede Rahmana untuk mempercepat proses eksekusi. Proses pemberian suap dilakukan secara bertahap dan terstruktur, menunjukkan adanya perencanaan yang matang. Bukti-bukti yang diajukan JPU diharapkan cukup untuk membuktikan dakwaan tersebut di pengadilan.
Sidang pembacaan tuntutan ini menjadi langkah penting dalam proses hukum. Selanjutnya, majelis hakim akan mempertimbangkan tuntutan JPU dan bukti-bukti yang diajukan sebelum memutuskan vonis untuk Rina Pertiwi. Publik menantikan keputusan pengadilan dan berharap kasus ini dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Kesimpulan
Kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Panitera PN Jakarta Timur, Rina Pertiwi, menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan. Tuntutan empat tahun penjara dan denda yang diajukan oleh JPU menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi. Proses hukum selanjutnya akan menentukan nasib Rina Pertiwi dan memberikan pelajaran berharga bagi penegak hukum lainnya.