Evaluasi Kawasan Puncak, Moratorium Pembangunan Menjadi Opsi Gubernur Jabar
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, akan mengevaluasi tata ruang kawasan Puncak dan mempertimbangkan moratorium pembangunan untuk mencegah bencana serupa di masa mendatang.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyatakan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata ruang kawasan Puncak, Bogor. Langkah ini diambil menyusul bencana yang terjadi di kawasan tersebut, dan arah evaluasi ini bahkan memungkinkan diterapkannya moratorium pembangunan di kawasan Puncak. Hal ini disampaikan langsung oleh Gubernur Dedi di Gedung Pakuan, Bandung, pada Rabu, 5 Maret 2024.
Kunjungan bersama Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, ke Puncak pada Kamis, 6 Maret 2024, akan menjadi langkah awal dalam proses evaluasi ini. "Besok kami akan ke sana ke Bogor, saya besok dengan Menteri Lingkungan Hidup. Arahnya moratorium? Iya bisa," ujar Gubernur Dedi.
Evaluasi ini difokuskan pada dua hal utama. Pertama, perubahan tata ruang, khususnya terkait perubahan fungsi lahan perkebunan Gunung Mas milik PTPN seluas 1.600 hektare yang dialihfungsikan menjadi kawasan agrowisata. Kedua, evaluasi akan menitikberatkan pada kondisi aliran sungai di kawasan Puncak yang tercemar akibat pembangunan perumahan dan permukiman di bantaran sungai.
Evaluasi Tata Ruang dan Aliran Sungai di Kawasan Puncak
Evaluasi perubahan tata ruang di kawasan Puncak akan diteliti secara mendalam. Perubahan fungsi lahan perkebunan menjadi agrowisata akan menjadi fokus utama. Gubernur Dedi mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak lingkungan dari perubahan tersebut. "Misalnya perkebunan Gunung Mas ada 1.600 hektare yang mengalami perubahan peruntukan di rencana kerja PTPN. Berubah dari perkebunan menjadi agrowisata," jelasnya.
Selain itu, kondisi aliran sungai di kawasan Puncak juga menjadi perhatian serius. Pembangunan di bantaran sungai telah menyebabkan pencemaran akibat pembuangan limbah bangunan. "Dan itu kan banyak yang membuang limbah batu, limbah tanah, sampai urukan ke sungai. Sehingga kemarin (banjir) Cijayanti itu naik karena itu," ungkap Gubernur Dedi.
Hasil evaluasi ini akan dibahas bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN, Nusron Wahid, pada pekan depan. Pertemuan ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan tata ruang yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan untuk Jawa Barat.
Gubernur Dedi juga berencana untuk melakukan rapat guna membahas perubahan tata ruang di Jawa Barat secara keseluruhan. "Saya rapat. Jadi nanti ada perubahan tata ruang di Jawa Barat," tambahnya.
Permintaan Maaf dan Tindakan Tegas Terhadap Pelanggaran
Menyikapi bencana yang terjadi di Puncak dan keterlibatan BUMD Jawa Barat, PT Jaswita, dalam alih fungsi lahan, Gubernur Dedi menyampaikan permintaan maaf. "Saya minta maaf sebagai pemerintah provinsi Jawa Barat karena pemerintah Jawa Barat melalui BUMD yang bernama Jaswita itu buka area wisata di kawasan perkebunan itu, dan itu yang kemarin menjadi keriuhan di masyarakat karena ada beberapa bangunan liar, bangunan roboh, dan masuk sungai," kata dia.
Gubernur Dedi menegaskan komitmennya untuk mengambil tindakan tegas jika ditemukan pelanggaran aturan. "Kami bongkar kalau memang itu melanggar aturan," tegasnya. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah Jawa Barat dalam menegakkan aturan dan melindungi lingkungan.
Peningkatan Belanja Infrastruktur untuk Pemulihan
Terkait kerusakan infrastruktur di berbagai wilayah Jawa Barat akibat bencana alam, Gubernur Dedi menyatakan bahwa hal ini justru akan meningkatkan belanja infrastruktur. "Justru harus meningkatkan belanja infrastruktur. Jadi efisiensi yang saya lakukan atau realokasi belanja yang saya lakukan itu diperuntukkan untuk peningkatan infrastruktur. Sekarang infrastrukturnya rusak-rusak kita harus tambah belanja infrastrukturnya," jelasnya.
Dengan demikian, kerusakan infrastruktur yang terjadi tidak akan mengurangi alokasi anggaran, melainkan justru akan mendorong peningkatan belanja di sektor tersebut untuk pemulihan dan pembangunan infrastruktur yang lebih tangguh.
Kesimpulannya, evaluasi kawasan Puncak yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat merupakan langkah penting dalam upaya pencegahan bencana dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Moratorium pembangunan menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan untuk melindungi kawasan Puncak dari kerusakan lebih lanjut.